![]() |
Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), M. Riza Damanik |
Rancangan
Undang-Undang (RUU) Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan dan Pembudidaya Ikan
masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015. Kini RUU tersebut
tengah dibahas Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan rencananya akan rampung tahun
ini.
Sejumlah
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pakar perikanan, dan pakar kelautan ikut
membahas RUU itu dalam agenda Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Komisi IV
DPR, Senin 15 juni lalu.
RUU
perlindungan dan pemberdayaan dan Pembudidaya Ikan, diharapkan bisa menjadi
landasan hukum yang berpihak kepada nelayan. “Dinamika apapun yang terjadi di
republik ini hak-hak nelayan tetap harus terpenuhi seutuhnya,” Kata M. Riza
Damanik, Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), kepada Jlonline.
Sabtu,
(20/6/2015), lelaki kelahiran Tanjung Balai, Sumatra Utara, 17 Oktober 1980
itu menerima Bisri, wartawan Jlonline untuk berbincang seputar RUU
Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan dan Pembudidaya Ikan di kawasan Kalibata
City, Jakarta Selatan. Berikut petikannya:
1. RUU perlindungan dan pemberdayaan
nelayan masuk ke dalam Prolegnas 2015 dan kini tengah dirumuskan DPR, menurut
anda seberapa urgensikah RUU tersebut bagi nelayan?
Secara faktual bisa kita lihat dalam
skema siklus pengelolaan perikanan yang paling mendapat risiko tertinggi adalah
nelayan, tapi yang mendapat keuntungan terkecil pun nelayan. Kemudian yang
terkena dampak tertinggi atas pengelolaan ikan yang tidak baik juga nelayan.
Maka wajar jika fakta-fakta menunjukan kemiskinan ada di nelayan, fakta-fakta
ketimpangan pun ada di kampung-kampung nelayan.
Dalam kaitannya dengan urusan
perikanan, saat ini kita sedang mendorong skema
perikan yang berkeadailan, adil bagi lingkungan, nelayan, dan konsumen.
Sementara undang-undang perikanan dan kelautan yang dibuat rezim penguasa
cenderung hanya memerhatikan lingkungan. Namun UU yang ada saat ini sangat
minimalis memberikan keadilan bagi nelayan.
Jadi perlu ada suatu skema aturan yang
baik sebagai instrumen perlindungan bagi nelayan dan bisa menjadi landasan
hukum untuk memberi kewajiban kepada negara. Terlepas dari pasang surut
kebijakan nasional, situasi politik, atau apapun itu, perlu ada suatu aturan
main yang harus disepakati. Kemudian bisa menjamin dinamika apapun yang terjadi
di republik ini hak-hak nelayan tetap terpenuhi seutuhnya. Itulah mengapa perlu
adanya RUU perlindungan dan pemberdayaan nelayan.
2. Beberapa usulan RUU memprioritaskan
perlindungan ekonomi nelayan, dalam hal ini yang menjadi masalah klasik adalah standar nilai penjualan ikan
dan permodalan, bagaimana solusinya?
Persoalan
seperti inilah yang harus kita jawab lewat kerangka RUU perlindungan dan
pemberdayaan nelayan. Salah satu faktor mengapa nelayan kita sulit mendapatkan
modal usaha karena nelayan dikategorikan sebagai usaha yang tidak menentu penghasilannya.
Semangat RUU seharusnya adalah untuk mendorong ketidakpastian usaha nelayan
menjadi pasti.
3. Bagaimana cara merealisasikannya?
Pemerintah harus bisa memastikan segala risiko dalam kegiatan
perikanan dapat diminimalisir. Misalnya, jika saat ini pendapatan nelayan
sangat spekulatif, pemerintan harus memiliki skema yang bisa membuat itu jadi
pasti.
Kita harus meniru bangsa lain, mereka sudah tau pasti di mana
mereka menangkap ikan, berapa jumlah ikan yang bisa ditangkap, berapa banyak
bahan bakar yang dibutuhkan, serta berapa banyak yang harus ditangkap. Tentu
saja itu membutuhkan teknologi dan sumber daya manusia yang lebih baik.
Ketika itu terjadi mungkin di situlah kegiatan perikanan akan
menjadi usaha yang lebih layak, tentu dengan peraturan yang baik pula.Tidak
boleh teknologi berjalan sendiri tanpa ada peraturan. Jika itu terjadi,
maka kegiatan perikanan cenderung
bersifat eksploitatif. Jadi harus dijalankan secara paralel, instrumen kontrol
disiapkan, instumen teknologi dibenarkan, dan sumber daya manusia ditingkatkan.
4. Banyak nelayan yang mengeluh bahwa
Bank selalu mempersulit ketika mereka kita ingin meminjam modal usaha, mengapa
demikian ?
Bank inginnya ada jaminan, bagaimana ada jaminan wong kapalnya dapat ngutang. Kuncinya harus ada kepastian dulu. Ada tiga rangkaian mencapai
kepastian kegiatan perikanan yaitu dalam permodalan, usaha, dan kepastian dari
pasca usaha. Ketiga rangakaian itu harus terpenuni seluruhnya. Tidak bisa
seperti sekarang, nelayan diberi modal untuk membeli cantrang misalnya, lalu tiba-tiba
diberhentikan akhirnya tidak mampu bayar hutangnya ke bank. Kemudian menangkap
ikan ke laut lalu dapat ikan banyak tetapi harga jualnya rendah. Buat ada
kepastian dulu saya tekankan, baru dari situ saya kira bank akan lebih mudah
memberikan bantuan.
5. Pemberian pendidikan dan keterampilan bagi nelayan menjadi
pembahasan pokok dalam RUU, pendidikan dan keterampilan seperti apa yang
dibutuhkan nelayan ?
Ada tiga skenario saya kira, Pertama dalam pra usaha,
di sana ada keterampilan memilih, yakni memilih alat tangkap dan keterampilan
memilih lokasi penangkapan ikan. Keterampilan itu hanya bisa dilakukan jika
nelayan sudah mampu memahami iklim, tingkat kesuburan, arah arus, serta hal
lainnya.
Kedua, peningkatan keterampilan dalam produksi, yaitu bagaimana agar nelayan memiliki
keterampilan menangkap ikan yang layak, memiliki kualitas dan dapat menggunakan
bahan bakar dengan efisien. Sehingga ketika ongkos usaha lebih rendah dengan
sendirinya keuntungan yang didapat nelayan akan lebih tinggi.
Terakhir dalam pasca produksi, bagaimana agar landing-nya benar, jangan ikannya ditendang, diseret, bagaimana agar
ikan higenis, dan bagaimana agar pengepakannya baik. Saya yakin ini bisa
dilakukan, karena di negara lainpun bisa. Itulah modal dasar dan kita perlu mulai
mendorong ke arah sana. Itu terjadi di negeri kita pada masa lalu tetapi sangat
menjadi sulit di masa sekarang.
6. Apa yang menjadi kendala sehingga
keadaan kegiatan perikanan kita sulit bangkit di masa sekarang ?
Itu karena saat ini nelayan kita mengalami kompetisi terbuka
antara kapal kecil dengan kapal besar, pengusaha perikanan kecil dengan
pengusaha perikanan besar. Oleh karena itu peran negara harus lebih kuat, harus
lebih besar, negara harus hadir di sana. Tidak boleh peran swasta lebih besar,
tidak boleh peran dari tengkulak-tengkulak lebih besar, tidak boleh peran
pabrik lebih besar dalam menentukan harga jual ikan, negara lah yang harus
menentukannya. Selama pihak swasta perannya lebih besar dalam menentukan harga
ikan, selama itu pula nelayan di negara kita dibiarkan tereksploitasi haknya dan
mendapatkan harga jual tak pantas dari skema perdagangan perikanan.
7. Menurut anda pemberdayaan seperti apa
yang harus didapat nelayan lewat RUU ini ?
Jadi, jika kita ingin menyejahterakan
masyarakat nelayan tidak bisa kegiatan perikanan dijadikan tunggal dalam
kegiatan ekonomi. Perlu adanya alternatif kegiatan ekonomi lain, sehingga
ketika mereka tidak bisa pergi melaut karena ombak tinggi, mereka bisa beralih
untuk sementara waktu pada kegiatan alternatif, Pemerintah harus mendukung itu.
8. Selama ini ada beberapa kebijakan yang
tidak berpihak kepada nelayan, bagaimana menurut anda?
Sebuah kebijakan yang baik itu analisisnya tidak sekadar dilihat
dari aspek lingkungan, tetapi juga harus dilihat dari aspek ekonomi dan aspek
sosial. Sehingga kebijakan pemerintah bisa betul-betul menjadi kebijakan yang
bijaksana.
Kita tidak sedang ingin
menghukum seluruh masyarakat nelayan, tapi kita ingin menghukum pelaku perikanan
yang jahat, sekaligus ingin membimbing pelaku perikanan yang baik supaya nelayan bisa menjadi aktor dalam mengelola perikanan.
Jadi harus kita pilah-pilah mana yang jadi pelaku, mana yang jadi
korban. Jika nelayan selama ini salah, siapa yang membuat mereka salah? saya menduga pemerintah terlibat membuat
mereka salah, bank terlibat membuat mereka salah, karena pada praktiknya bank
terlibat dalam membiayai usaha perikanan nelayan.
9. Dari sisi lingkungan, bagaimana agar
ekosistem kelautan kita tetap terjaga tapi juga tidak memberatkan nelayan ?
Dalam
konteks ini, kami sejak awal meminta pemerintah agar kebijakan yang substasinya
menjaga lingkungan diimbangi dengan upaya peningkatan sumber daya manusia. Dengan
demikian, dapat memberi nelayan keterampilan menjadi penangkap ikan yang baik.
Jika
pemerintah hanya memerhatikan aspek lingkungan dan mengabaikan nasib nelayan di
saat itulah pemerintah tidak adil sesungguhnya. Atau sebaliknya, dia memberikan
izin yang banyak tetapi mengabaikan aspek lingkungan pun itu salah, jadi
posisinya harus proporsional.
10. Jika RUU ini telah disahkan menjadi UU, apa
harapan anda?
Semoga RUU ini bisa menjadi landasan hukum yang memastikan
terpulihkannya hak nelayan. Ada empat hak nelayan di sana, yakni hak berlayar,
hak mengelola sumber daya kelautan sesuai dengan kearifal lokal, hak mengelola
sumber daya perikanan agar menjadi lebih baik, dan hak mendapatkan lingkungan
air laut yang bersih dan sehat.
Empat hal ini harus memiliki instrumen oprasional yang saya harap
ada di dalam RUU perlindungan dan pemberdayaan nelayan. Ketika telah tercapai
kolaburasi atas empat hak tadi saya berharap itu akan menjadi jawaban atas persoalan
kesejahtraan nelayan kita.
(Bisri)
0 Komentar