Dalam aksi damai bertemakan “Menteri Pertanian Gagal
Mewujudkan Kedaulatan Pangan”, Senin (25/09/2017) di gedung Kementerian Pertanian RI,
SPI menyuarakan delapan tuntutan. Salah satunya agar Kementerian Pertanian
segera membentuk Badan Pangan Nasional guna mewujudkan kesejahteraan petani.
Kedaulatan pangan masuk ke dalam Nawacita Jokowi-JK
sebagai program prioritas. Tiga tahun pemerintahan berjalan di bawah kepemimpinan Menteri
Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman, kedaulatan pangan gagal diwujudkan. Hal
ini dilihat dari kinerja Kementerian Pertanian yang dinilai belum mampu
menyelesaikan konflik agraria dan ketimpangan kesejahteraan di Indonesia.
Swasembada pangan dinilai stagnan, sekalipun data
Kementerian Pertanian (Kementan) menunjukan bahwa Indonesia berhasil dalam
swasembada pangan termasuk mengekspor beberapa komoditi pertanian. “Zaman
kolonial Belanda kita juga sudah berhasil mengekspor hasil petanian, tapi
petani kita masih miskin. Tidak berbeda jauh dengan saat ini, kalaupun kita
mengekspor hasil pertanian, itu hanya menguntungkan eksportir bukan petani,”
kata Randa Sinaga, kordinator lapangan aksi.
Randa mengungkapkan, salah satu kegagalan Kementan dalam
menegakkan kedaulatan pangan akibat tidak adanya kejelasan dan ketegasan
pemerintah dalam menjalankan reforma agraria sejati. Akibatnya, konflik
kriminalitas terhadap petani kian marak terjadi dan menimbulkan gejolak
ditingkat lapisan bawah.
“Penyelesaian konflik agraria bertolak belakang dengan reforma
agraria sejati, petani digusur paksa dengan bantuan aparatur negara, akhirnya pertentangan
jelas terjadi antara pemilik modal dengan petani. Negara seharusnya mengambil
andil dalam menjalankan ketentuan-ketentuan hukum termasuk juga UU Pokok Agraria.
Kedaulatan pangan seharusnya menjamin bagaimana hak-hak petani berdaulat
terhadap pertaniannya sendiri,” imbuh Randa.
Berdasarkan data dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
tahun 2017, dari seluruh wilayah daratan di Indonesia, 71 persen dikuasai korporasi
kehutanan, 16 persen oleh korporasi perkebunan skala besar, 7 persen dikuasai oleh para
konglomerat. Sementara rakyat kecil hanya menguasai sisanya saja. Dampak 1 persen terkaya di Indonesia menguasai 50,3 persen kekayaan nasional, dan 10 persen orang terkaya
menguasai 77 persen kekayaan nasional.
Untuk itu, dalam aksinya, SPI menyampaikan delapan
tuntutan, yakni evaluasi kinerja Menteri Pertanian, hentikan kebijakan
korporatisasi pertanian, hentikan segala bentuk program yang sifatnya darurat
dalam pendidikan dan penyuluhan pertanian, hentikan penyusunan “Peta Jalan
Percepatan Pengembangan Produk Rekayasa Genetik”, hentikan jargon untuk
kepentingan ekspor, koreksi menyeluruh penggunaan pupuk kimia, segera dorong
terbentuknya “Badan Pangan Nasional” sesuai amanat UU Nomor 18 Tahun 2012,
serta jalankan mandat UU Nomor 19 Tahun 2013.
Wacana meningkatkan kesejahteraan petani, namun dalam
bentuk nyatanya hanya mementingkan kepentingan korporasi. Kebijakan tidak
dijalani sesuai amanat nawacita presiden RI. Pangan adalah persoalan penting
bagi bangsa ini. Tidak akan ada kedaulatan pangan tanpa adanya kedaulatan
petani. Sebagaimana Bung Karno mengatakan, soal pangan adalah soal hidup
matinya bangsa.
(Siska)
0 Komentar