Wajah
cemas dan bingung nampak saat Agus menceritakan keluarga kecilnya di Sumedang
yang ia nafkahi. Pria 34 tahun ini memiliki seorang istri dan dua anak.
Istrinya di rumah tidak bekerja. Anak pertamanya duduk di kelas enam sekolah
dasar dan yang satunya masih berusia empat tahun. “Masih senang-senangya jajan.
Kalau orang tua dapat begini-begini yang namanya anak kecil kan gak bisa dikasih lihat, tetap saja dia mah kalau mau jajan ya jajan,” ujarnya.
Agus
merupakan salah seorang Pedagang Kaki Lima (PKL) yang mendapatkan surat peringatan pertama
dari kecamatan Ciputat Timur. Surat tertanggal 23 Oktober 2017 tersebut berisi
himbauan kepada PKL untuk segera mengosongkan jalan Pesanggrahan karena
dianggap mengganggu ketertiban umum terutama arus lalu lintas. Belakangan
diketahui jika ada laporan warga yang mengeluhkan tidak lancarnya lalu lintas
di Pesanggrahan. Laporan tersebut kemudian diproses ke kecamatan dan hingga
kini telah diterbitkan tiga surat peringatan kepada PKL.
Sejak
diterimanya surat peringatan itu Agus lebih banyak melamun membayangkan nasib
usahanya. Pikirannya dipenuhi pertanyaan-pertanyaan yang amat sulit ia cari
jawabannya. “Bayangin itu, kita ngasih duit dari mana kalua engga jualan? kalau pindah, pindah
kemana? Cari tempat kan emang susah,”
keluhnya.
“Saya
mohonlah sama pengurus sama RT supaya bisa diatur gimana caranya,” lanjut Agus.
Ia mengaku telah berjualan di Pesanggrahan dari tahun 2001. Pria yang
sebelumnya berjualan es buah ini juga berharap masih bisa berjualan di
Pesanggrahan karena inilah satu-satunya mata pencahariannya.
Jalan
Pesanggrahan berlokasi tepat di selatan kampus satu Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Di lokasi ini kerap terjadi kemacetan jika
ada mobil yang melintas. Jalan yang sempit, banyaknya PKL,
serta mahasiswa yang parkir di bahu jalan adalah beberapa faktor
penyebabnya.
Pesanggrahan
merupakan tempat jajan favorit bagi mahasiswa maupun pengawai UIN Jakarta. Hal ini
tidak terlepas dari adanya pintu kecil di samping UIN yang sering disebut
“Pintu Doraemon”. Pintu ini mempermudah akses keluar masuknya mahasiswa dari
Pesanggrahan menuju kampus.
Pedagang
soto ayam yang telah berjualan selama 30 tahun, Sumarlan, mengaku pasrah jika
memang harus ada penggusuran. Namun, ia berharap adanya jalan keluar agar tetap
dapat berjualan di Pesanggrahan. “Supaya kita bisa tetap bejualan ya gimana,
karena ini sumber penghidupan saya untuk menghidupi anak-anak saya. Ya
Alhamdulillah anak-anak saya bisa sekolah sampai mesantren dari sini,” ujarnya.
Tak
jauh beda dengan suaminya, Ibu Sumarlan yang juga berjualan soto daging di
Pesanggrahan merasa bingung jika harus digusur. Ia dan suaminya telah berjualan
sejak 1987 sewaktu Universitas Islam Negeri (UIN) masih bernama Institut Agama
Islam Negeri (IAIN). Pasangan suami istri ini menggantungkan hidupnya dari
berdagang soto di Pesanggrahan.
Lain
halnya dengan Mei Anisa, pedagang Ayam Geprek yang baru berjualan selama
delapan bulan. Perempuan yang sekarang berstatus mahasiswi paskasarjana UIN
Jakarta ini menyayangkan tidak adanya peraturan yang jelas untuk berdagang di
Pesanggrahan. Ia juga mempertanyakan penggunaan lahan setelah penggusuran.
“Pada akhirnya kalau kita digusur buat apa? parkiran juga kan?”
Dari
data sementara yang diperoleh Journo
Liberta, jumlah PKL yang beroprasi di sepanjang jalan Pesanggrahan sebanyak
29. Dagangan yang dijajakan pun bermacam-macam mulai dari minuman, soto, bakso,
batagor, hingga ketoprak. Bahkan ada pula pedagang yang menjual lebih dari satu
jenis makanan dalam satu gerobak seperti kentang dan cimol.
Pedagang
yang ingin berjualan di Pesanggrahan harus mendapat izin dari ketua RT 03
karena jalan Pesanggrahan masuk dalam wilayahnya. Selain itu pedagang juga
harus membayar biaya keamanan dan kebersihan sebesar 70 hingga 75 ribu rupiah
per bulan. Itupun belum termasuk biaya listrik dan air jika memang diperlukan.
Biasanya warga setempat akan menyalurkan listriknya ke lapak pedagang dan
dikenakan biaya per bulannya.
Saat
ini penambahan pedagang tidak diperbolehkan lagi. Peraturan itu dibuat bersama
oleh pengurus RT 03 dan warga setempat. Alasannya karena pedagang kaki lima
yang berjualan di sepanjang jalan Pesanggrahan sudah terlalu banyak. Jika dipaksakan
untuk menambah pedagang lagi justru akan semakin membuat semrawut jalan. Namun,
ada beberapa oknum warga yang masih menyewakan lapak untuk berdagang tanpa
seizin ketua RT 03.
Kejadian
seperti ini menjadi kali pertama bagi Wiwit, pedagang Bakso yang telah
berjualan selama 20 tahun di Pesanggrahan. Pedangang 43 tahun menyayangkan
tidak adanya diskusi sebelumnya. Ia berharap jika pemerintah lebih
memperhatikan pedangang kecil seperti dirinya. Selain berjualan bakso Wiwit
juga menjadi pengemudi ojek daring untuk memperoleh pendapatan lebih.
“Kalau
seandainya kita masih boleh jualan, kita juga kordinasi saja sama Satpol PP,
maaf-maaf bukan kita nyogok ya, kita
ada partisipasi jatah gitu lah mungkin kalau dia minta itu walaupun secara
tidak langsung. Sebulan 20 ribu buat dia kan dia tinggal ngali,” tambah dia.
Ketua
RT 03, Dariyadi, justru mengaku awalnya tidak tahu menahu soal surat peringatan
pertama untuk PKL di wilayahnya. Ia baru mengetahui permasalahan
ini setelah turunnya surat peringatan kedua. Dari situ Dariyadi mulai mencari
tahu duduk perkaranya. Ia memastikan jika tidak ada warganya yang mengeluhkan
tentang PKL kepadanya.
“Saya
baru berjalan empat tahun (menjadi ketua RT), sudah puluhan tahun sebelum saya
(PKL berjualan di Pesanggrahan), kenapa tidak diutik-utik, tidak dipermasalahkan?”
herannya.
Sementara
itu Camat Ciputat Timur, Durahman, mengungkapkan jika penertiban PKL di
Pesanggrahan untuk menjalankan Peraturan Daerah (Perda) nomor 9 tahun 2012 Tentang
Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat. “Lebih jelasnya itu melanggar
Perda, artinya siapapun orangnya tidak boleh berjualan di pinggir jalan atau
bahu jalan. Kalau umpamanya untuk mengatasi macet saja barangkali tinggal
diatur oleh Dishub,” jelas Durahman.
(Robby)
Baca Juga : Pedagang Pesanggrahan Terancam Penggusuran
Baca Juga : Mengenal Bang Iim, Pengabdi PKL Pesanggrahan
Baca Juga : Komentar Mahasiswa Terkait PKL Pesanggrahan
Baca Juga : Pedagang Pesanggrahan Terancam Penggusuran
Baca Juga : Mengenal Bang Iim, Pengabdi PKL Pesanggrahan
Baca Juga : Komentar Mahasiswa Terkait PKL Pesanggrahan
0 Komentar