Sintren,
kesenian khas Cirebon yang sangat kental dengan mistisme masyarakat Cirebon.
Sintren sendiri merupakan sebutan untuk penari perempuan yang dirasuki arwah melalui
ritual. Pemanggil arwah dalam pementasan sintren disebut pawang (dukun), pawang
bertugas mengatur prosesi pemanggilan arwah yang akan dimasukkan kedalam tubuh
sintren dan menjaga sintren agar tetap dalam kendalinya.
Ada
banyak perlengkapan dalam pementasan sintren, di mana setiap perlengkapannya
memiliki arti tersendiri. Misalnya, tikar dan kain kafan yang mengartikan bahwa
semua orang pasti akan meninggal, kurungan yang merujuk pada kuburan yang
mengurung orang yang telah meninggal, dan pakaian sintren yang merupakan simbol
dari perwujudan bidadari dengan arti bahwa jika seseorang itu baik dalam
hidunya, maka ia akan keluar dari kubur (kurungan) sebagai perwujudan bidadari.
Seorang
pawang sintren, Darto, mengatakan sintren merupakan kesenian yang bersifat
mistis namun tidak ada unsur musrik di dalamnya. “untuk menikmati seni sintren
harus punya tiga mata, yaitu mata lahir untuk melihat fisik, mata batin untuk
melihat pesan dan mata uang agar seni ini tidak punah,” tuturnya.
Pementasan
sintren menampilkan sintren yang diiringi musik “Kembang Kilaras” dan para
penari. Dibuka dengan ritual membakar kemenyan di dekat kurungan dengan iringan
penari dan musik tarling Cirebon, acara berlanjut dengan memanggil calon
sintren yang kemudian dibacakan mantra dan diasapi kemenyan oleh pawang.
Pawang
memanggil arwah untuk masuk ke jasad sintren, sintren pun diikat dan dibungkus
menggunakan tikar dan kain kafan yang telah disiapkan. Seketika, sintren
menghilang dari bungkusan kain kafan dan keluar dari dalam kurungan dengan
kondisi tak sadarkan diri, dibalut dengan pakaian khas sintren dengan kacamata
hitam yang menutupi matanya.
Sintren
perlahan bergerak dan menari mengikuti perintah pawang. Penonton bergantian
ikut menari bersama sintren, bersamaan dengan itu penonton melemparkan uang ke
arah sintren dan sintren pun jatuh tak sadar, kemudian bangun lagi dan menari
lagi, dilempari uang dan pingsan lagi. Hal itu berlanjut, hingga pawang
kemudian mengajak sintren mengelilingi penonton dengan membawa gentong kecil
untuk tenpat uang.
Selain
itu, sebagai pertunjukkan penutup. Sintren ditutup matanya menggunakan kain
hitam dan pawang menarik penonton untuk menari bersama sintren, dan dengan
segera sintren mengikuti percis gerakan penonton yang menari bersamanya, seolah
sintren melihat dengan jelas gerakan penonton tersebut.
(Nawawi)
0 Komentar