Suasana malam di ruang terbuka, terlihat jelas
properti menjulang ke atas terbuat dari besi dan membentuk lima ruangan untuk
kebutuhan pertunjukan teater “XXQ4YZ” dari Lab Teater Ciputat di Kandank Jurank
Doank, Minggu (3/12/2017). Dengan latar belakang alam yang asri, terlihat hamparan
sawah dan pepohonan yang rindang, sungguh memanjakan mata dan menjadi pembeda dengan
pertunjukkan teater pada umumnya. Ditambah cahaya kecil dari lilin yang menyala
di beberapa titik hamparan sawah, semakin apik untuk menarik perhatian
apresiator.
Kalikaliku, menjadi tajuk pameran teater yang
diselenggarakan oleh Lab Teater Ciputat. Pertunjukan yang terinspirasi dari
Esai Radhar Panca Dahana membuat seniman Lab Teater Ciputat menggarap XXQ4YZ.
Sebuah judul pementasan yang membuat khalayak bertanya apa maknanya. Diambil dari
pengalaman menyebalkan sutradara ketika berulangkali salah menulis kode huruf
angka pada aplikasi web tertentu. Di akhir huruf pada judul tersebut juga
menyinggung generasi milenial XYZ yang telah terkurung dalam kebebasan dunia
virtual.
“Ting tang trak wuuush,” bunyi yang berasal dari
perkakas berupa spanner. Seorang aktor sengaja menubrukkannya
dan hasil bunyi tersebut
menjadi musik untuk mengawali pementasan. Kelima aktor lainnya hanya sibuk
dengan dunianya sendiri yang berada dalam ruang kecil. Bak melihat monolog yang
menceritakan pengalaman hidupnya.
Pertunjukan teater yang
disutradai Bambang Prihadi adalah pertunjukan embrio. Isi dari
pertunjukan teater XXQ4YZ menggambarkan perihal generasi-generasi
milenial. Walaupun digarap dalam waktu yang singkat,
para pemain tetap membuat naskahnya sendiri. Karangan para pemain
merupakan refleksi dari konsep ide sutradara agar lebih menghidupkan pementasan
mereka. “Gimana mentransfer ide sutradara ke aktor dan maunya sutradara itu
agak susah, cuman improvisasi aja dan dikasih konsep. Jadi naskahnya
dari aktornya sendiri,” ujar salah seorang pemain dari pertunjukan teater XXQ4YZ, Sarah.
Bambang mengatakan, pertunjukan ini
menceritakan bagaimana masyarakat hidup dengan bebas dalam ruangnya sendiri. Hampir tidak ada lagi
cara untuk berkomunikasi yang wajar dan
baik pada khalayak. “Dari yang frustasi pada hukum, dunia teknologi, dan
akhirnya jadi teroris. Orang yang frustasi dalam kehidupan populer itu kaya
selebriti itu kan, akhirnya jadi orang yang menjadikan benda di sekitarnya itu
ya fantasi-fantasi dalam ruang mereka,” paparnya.
Di sela pertunjukan teater,
pemain menggunakan properti penuh fantasi. Apa yang
diperankan tokoh dalam pementasan mencerminkan kehidupan masyarakat
sehari-hari.
“Dibuka
pikirannya bahwa dunia milenial tidak seindah di depan mata, kehidupan milenial
memiliki efek tersendiri. Teater ini membuat saya bersyukur bahwa saya enggan
masuk ke dunia itu walaupun sadar atau tidak sadar bahwa kita sudah masuk,”
ujar salah seorang penonton, Tut Nyadin.
(Aulia Fikriani Dewi)
(Aulia Fikriani Dewi)
0 Komentar