![]() |
Foto : Tangerang Online |
Rintik gerimis menemani saat saya menyambangi Kecamatan Ciputat Timur untuk menemui camat. Sore itu tengah lengang, hampir semua pegawai sudah pulang. Saya duduk di kursi antrean hitam bermaterial seng sambil melihat sekeliling, sesekali bertanya kepada pegawai kecamatan yang belum meninggalkan kantor. "Maaf Pak, Pak Camatnya ada?" tanya saya. "Belum, bapak masih di luar," jawab pegawai laki-laki berpakaian dinas Pegawai Negeri Sipil.
Duduk kembali, sesekali berdiri kemudian
terlihat seorang lelaki paruh baya dengan seragam berbeda dengan lencana dan
nametag bertuliskan "Durahman", nama yang menandatangani Surat Peringatan (SP) penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) dengan jabatan camat. Saat itu saya langsung menghampiri Durahman, memperkenalkan
diri dan mengajukan izin wawancara. Durahman mengamini izin wawancara kami
terkait penertiban lahan PKL di Jalan Pesanggrahan. Berikut hasil wawancaranya:
Terkait surat teguran penertiban Pedagang
Kaki Lima (PKL) di Jalan Pesanggrahan, apa tanggapan Bapak?
Mengenai pedagang kaki lima itu memang sudah ada aturannya di Peraturan Daerah (Perda) No.
9 Tahun 2012 tentang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat. Artinya
pemerintah daerah bukan melarang siapapun yang berjualan tetapi pemerintah
daerah melarang kepada yang berjualan mengganggu ketertiban umum, contohnya di
trotoar, di pinggir jalan itu tidak boleh. Kenapa? Karena dengan adanya
berjualan di trotoar atau pinggir jalan itu akan berdampak macet, ketika macet
maka ketertiban umum terganggu. Nah, itu sudah ada Perdanya. Dalam Perda No.
9 Tahun 2012 dinyatakan itu, bahwa dilarang berjualan di bahu jalan atau
trotoar karena mengganggu ketertiban umum.
Nah, terkait di Pesanggrahan, di Universitas Islam Negri (UIN) ya itu seperti itu menurut laporan Trantib kami yang suka penertiban di situ
dan Perda ini hasil dari pemerintah yang sudah disosialisasikan kepada warga,
kepada masyarakat bahwa, siapapun atau barang siapa tidak boleh berjualan di
pinggir jalan atau trotoar karena mengganggu ketertiban umum.
Siapakah yang melaporkan?
Kalau pelapor mah dari
masyarakat yang merasa terganggu. Jadi mereka mau jalan di trotoar ada yang berjualan,
kemudian bawa kendaraan macet. Akibat daripada banyaknya PKL. Warga yang
laporan ke kecamatan, laporan agar PKL itu ditertibkan karena atas dasar
laporan dari masyarakat terjadi kemacetan dan ketertiban umum terganggu. Maka
kami membuat surat kepada PKL berupa teguran yang berisi tidak dibenarkannya
berjualan di trotoar, di pinggir jalan, atau di bahu jalan.
Saat ini sudah teguran kedua, kemudian apa
tindak lanjutnya?
Jadi yang jelas, pedagang itu kalau direlokasi memang tidak ada. Yang
jelas pedagang itu dilarang atau tidak dibenarkan berjualan di situ.
Jika relokasi tidak bisa, kemudian berjualan
di sana tidak dibenarkan berarti menggantung. Apa tanggapan Bapak?
Jadi gini, kalau kami yang punya wilayah hanya memberi teguran,
peringatan SP1, SP2, SP3. Ketika SP3 tidak dihiraukan, tetap berjualan di situ
maka yang mengeksekusi bukan kami, tapi Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Tangerang Selatan (Tangsel) yang datang ke situ.
Kami hanya sebatas teguran, mengingatkan. Tiga kali diberi peringatan kami
sudah tidak punya hak. Tidak berhak mengeksekusi, mengusir, mengangkut ini
mengangkut itu. Bukan kewenangan kami, tapi Satpol PP yang bertindak. Bagaimana
teknis dari Satpol PP, kami dari pihak kecamatan hanya sebatas menyampaikan
kepada pedagang.
Berarti bukan penundaan (penertiban), tetapi
menunggu sampai waktu SP3 diturunkan?
Nah, ketika SP3 sudah turun dan habis batas
waktunya maka kami akan menyampaikan kepada Pol PP bahwa peringatan ketiga
sudah kami sampaikan. Tetapi jika kenyataannya pedagang masih berjualan di
situ, silahkan Pol PP untuk memberikan tindakan atau pembongkaran.
Di Jalan Pesanggrahan itu jalan dua arah,
kenapa tidak ditetapkan untuk satu arah saja?
Oh iya, jadi sebetulnya dilarangnya PKL di situ bukan karena
mengakibatkan macet saja, yang lebih jelasnya itu melanggar Perda. Artinya
siapapun orangnya tidak boleh berjualan di pinggir jalan atau di bahu jalan.
Kalau umpamanya untuk mengatasi macet saja barangkali tinggal diatur oleh
Dinas Perhubungan. Tapi yang paling ditekankan adalah melanggar Perdanya ini.
Apa sejauh ini sudah ada pertemuan dengan
para PKL?
Jadi PKL di Pesanggarahan itu
memang pernah menyampaikan ke Asosiasi Pedagang Kaki Lima (APKLI), APKLI mengadu.
Yang perlu disampaikan APKLI barang kali cuman waktunya doang, dalam artian ketika ada penertiban dilakukan sosialisasi
terlebih dahulu. Nah, itu dengan teguran itu kami sosialisasikan di dalam teguran itu kan
seminggu sekali.
Terkait sudah turunnya teguran ketiga untuk
PKL, bagaimana tanggapan bapak?
Jadi walikota dapat
teguran keras. Di UIN itu kan tempat kuliah dan juga banyak mahasiswa, nah
lingkungan itu harus bersih, tertib, nyaman. Pokoknya 5K, 5K harus terwujud di
tempat itu. Tempat yang dibahas di sini Jalan Pesanggrahan, yang notabene banyak
PKL. Oleh peneliti dibahas di sini melalui teguran ke walikota agar pasar itu
ditertibkan supaya mahasiswa tidak terganggu, lalu lintas untuk pengguna jalan
tidak macet. Ke walikota, walikota jelas akan turun ke wilayah kepada pak
lurah, kepada pak camat agar jalan itu tidak sampai terjadi kemacetan, PKL juga
ditertibkan.
Intinya setelah saya simak, di tempat itu harus terwujud 5K:
keamanan, kebersihan, ketertiban, keindahan, dan kekeluargaan. Kekeluargaan di
sini mengandung arti bahwa di situ tidak boleh ada gesekan-gesekan. Baik warga
itu sendiri, karena di satu pihak warga ada yang pro tapi di lain pihak warga
juga ada yang kontra dengan adanya pasar itu tergantung dari kepentingannya.
Tindakan selanjutnya ditertibkan atau
dibubarkan?
Ya itu kepala Trantib
belum melapor kepada saya. Karena saya masih ada kesibukan di Tangsel sehingga saya belum sempat
mengumpulkan teman-teman Trantib. Seperti apa nanti langkah-langkah yang
ditempuh untuk penertiban jalan ini dengan pertimbangan harus pendekatan
persuasif. Selanjutnya
Trantib dan anggotanya untuk melanjuti teguran ketiga
karena yang mengeksekusi nanti setelah teguran ketiga habis bukan Trantib kami, tapi Satpol
PP. Jadi
Perda no. 9 tahun 2012 tentang Kamtibmas itu Pol PP Tangsel yang mengekesekusi.
Kami hanya memberi teguran saja atas dasar pemerintah. Dari pemerintah turun
kepada kami agar kami memberikan surat (teguran).
SP 3 itu tanggal 20,
masa berlakunya tujuh hari berarti kemungkinan itu kalau jadi eksekusi
tanggal 27?
Ya jadi kalau berdasarkan
teguran memang seminggu kemudian, makanya sebelum tanggal itu nanti kami akan sosialisasi. Sebab yang nanti datang ke lokasi Pol PP Tangsel
atas dasar laporan kami, di mana para PKL tidak mengindahkan teguran. Kalau
umpamanya setelah diberi teguran ketiga memang ga ada masalah, mereka pindah,
jadi kami tidak usah mengundang Pol PP, toh sudah rapi.
APKLI sempat memberi
surat penangguhan di tanggal 14 November, apakah kecamatan menerimanya?
Iya, itu memang isi
surat dia ke kami itu minta ditangguhkan. Tabrakan kan ini ya, APKLI minta
ditangguhkan, di lain pihak pemerintah kota mendesak kami agar terus dilanjutkan
teguran-teguran itu. Oleh karena itu dari pihak APKLI, mereka pasti ngerti ada Perda no.9 tahun 2012.
Apa sudah ada audiensi dengan pihak APKLI?
Belum, sayanya yang sulit.
Jika dibubarkan, adakah solusi?
Nah itu, jadi memang
kita itu dalam mengatasi persoalan seperti pegadaian, mengatasi masalah tanpa
masalah. Seharusnya begitu, artinya ketika PKL itu dibubarkan tidak boleh
berjualan di situ berarti harus ada tempat lain untuk berjualan yang tidak
mengganggu. Kesulitan Tangsel adalah lahan, yang kedua setelah didata bahwa PKL
itu rata-rata bukan orang Tangsel tapi orang luar yang usaha di sini. Jadi orang
Tangsel diutamakan jika ada sistem relokasi. Jadi saya tidak pernah menyinggung
soal relokasi, Trantib pun sama karena kami tidak boleh janji-janji kalau belum jelas dari
pemerintah, nanti pedagang bisa nagih.
(Garis)
Baca Juga : Dilema Pedagang Kaki Lima: yang Dituduh dan yang Dibutuh
Baca Juga : Mengenal Bang Iim, Pengabdi PKL Pesanggrahan
Baca Juga : Komentar Mahasiswa Terkait PKL Pesanggrahan
Baca Juga : Yang Hilang di Jalan Pesanggrahan
Baca Juga : Penggusuran Pedagang Kaki Lima Tanpa Perlawanan
0 Komentar