Ketimpangan
gender
yang berkembang di masyarakat Indonesia telah banyak merugikan kaum perempuan. Dalam hal pekerjaan
misalnya, kaum perempuan seringkali tidak diberi kesempatan untuk
mendapatkan kedudukan yang sama seperti laki-laki. Berdasarkan survei
Indonesia Bussiness Coalition For Women Empowerment (IBCWE), 49,75% populasi di
Indonesia adalah perempuan. 51% perempuan berpartisipasi dalam dunia kerja,
namun hanya 5-10% posisi dari manajemen tertinggi dipegang oleh perempuan.
Diskriminasi
terhadap kaum perempuan ini telah menimbulkan
stereotipe bahwa perempuan merupakan makhluk yang lemah dibandingkan laki-laki.
Stereotipe yang berkembang di masyarakat ini menyebabkan perempuan tidak dapat
mengembangkan dirinya, serta tidak produktif untuk ikut serta dalam proses
pembangunan bangsa.
Padahal jika
kita lihat sebanyak 60%
pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) adalah perempuan, dan kita lihat sektor ini
kuat kontribusinya terhadap perekonomian nasional. Karena itulah pemberdayaan
perempuan harus menjadi perhatian serius, demi terciptanya negara Indonesia
yang makmur dan sejahtera.
“Untuk meningkatkan
kenyamanan, keamanan, dan kesejahteraan bagi perempuan kita tidak bisa meminta
orang lain. Perempuan itu adalah agent of
change. Dia harus bisa menjadi agent
of change. Datangi, dekati, dan berdayakan,” ujar ketua Community Economy Development Project sekaligus dosen Pengembangan
Masyarakat Islam UIN Jakarta,
Rosita
Tandos,
saat ditemui reporter Journo Liberta di Ciputat, Rabu (13/12). Berikut hasil
wawancaranya:
Apa
yang dimaksud dengan pemberdayaan perempuan?
Menurut
saya yang dimaksud dengan pemberdayaan itu adalah meningkatkan kapasitas
kelompok perempuan. Mengapa perempuan? Karena perempuan di masyarakat pada
umumnya itu sering menjadi second class atau kelompok kedua, dan sangat eksklusif dalam
kehidupan domestik saja. Karena ruang lingkupnya yang kecil, sementara
peluang-peluang itu lebih banyak di luar, mereka jadi tidak terlalu
ikut berkontribusi dalam kehidupan keluarga, khususnya ekonomi.
Makanya
kemudian mari kita ajak perempuan itu untuk lebih berdaya, lebih berpartisipasi dengan kehidupan keluarganya. Namun dia tetap di rumah. Itu alternatif. Kalau dia bisa keluar itu lebih
bagus lagi, tentu dengan komunikasi yang baik di dalam keluarga, itu yang saya maksud dengan
pemberdayaan perempuan. Tidak berarti mereka tidak ada daya, tapi meningkatkan
kapasitas mereka.
Bagaimana potret
pemberdayaan perempuan di Indonesia?
Kalau kasus Indonesia
sebenarnya saya optimis,
karena
budaya kita lebih terbuka dibanding masyarakat muslim dengan ras atau etnis tertentu. Semakin tradisional pemahaman ke-Islaman seseorang, maka peran perempuan
itu semakin eksklusif. Indonesia saya optimis, karena buktinya masyarakat yang
saya ajak kerjasama itu sebenarnya di wilayah pedesaan, namun mereka
(perempuan) wilayah publiknya malah semakin tinggi karena menjadi buruh migran.
Makanya saya bilang saya optimis dengan
pemberdayaan perempuan di Indonesia, meskipun tidak semuanya perempuan itu
beruntung untuk bisa memainkan peran publiknya.
Apa saja
kegiatan yang pernah ibu lakukan dalam usaha pemberdayaan perempuan?
Kalau yang lebih
kelihatan itu adalah program pemberdayaan ekonomi bagi mantan buruh migran di
Desa Bondan, Indramayu.
Saya melihat bahwa kelompok ini sangat memainkan peran penting dalam ekonomi.
Programnya itu dinamakan Community
Economy Development atau pemberdayaan ekonomi masyarakat. Fokusnya di
mantan buruh migran, yaitu mereka yang memutuskan untuk tidak lagi bekerja di
luar negeri atau mereka yang untuk saat ini tinggal dulu sampai ada panggilan
kerja keluar negeri. Kegiatan itu pertama dimulai dari training enterpreneurship tujuannya meningkatkan
pengetahuan tentang wirausaha bagi ibu-ibu tersebut.
Program ini selalu
dimulai dengan training untuk
meningkatkan kapasitas atau pengetahuan. Kita kasih materi power point presentasi sambil pemutaran film dari Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang sudah
sukses membina bisnis. Jadi kita pembekalan pengetahuan dulu. Setelah sesi ini
selesai akan diikuti dengan training skills,
kita membekali mereka dengan keterampilan yang dibutuhkan untuk membuka usaha,
misalnya membuka bisnis salon kecantikan, kita panggil trainernya yang
benar-benar pelaku bisnis. Dia kasih keterampilan training
produk bisnis, misalnya membuat kue bolu, coklat, ice cream dan sebagainya. Setelah training kita bagikan simpan
pinjam, untuk modal usaha. Tidak banyak karena dana masih terbatas.
Apa yang menjadi hambatan-hambatan
perempuan Indonesia untuk maju?
Saya bawa ke kelompok
yang saya berdayakan ya, yang menjadi penghalang mereka itu pertama, kurangnya motivasi dari
perempuan itu sendiri. Saya tidak menyalahkan perempuannya, untuk mengatasi ini
maka kita datang ke mereka. Tidak mungkin kita mengajak seseorang ketika
kita ada di kota, yang mau diberdayakan ada di desa, tetapi harus kita yang datangin mereka. Makanya training itu diadakan di depan halaman
rumah penduduk. Itu terbuka untuk umum, siapapun bisa mampir kesitu untuk
belajar, jadi pakai mic yang keras,
yang ramai, nah semua orang yang melintas siapapun yang dengar, semuanya bisa
datang. Everybody’s welcome.
Nah, itu
yang saya maksud kenapa tidak ada motivasi,
mereka tidak punya bayangan. Mereka tidak punya bayangan, mengapa? Karena
mengadakan training
itu di dalam hotel, bagaimana orang mau termotivasi. Mungkin sekarang ada media
sosial, tapi hanya orang yang punya
handphone
yang bisa mengetahuinya. Bagaimana ibu-ibu yang ada di desa? Kita yang datengin mereka. Kita buka
seluas-luasnya, free. Kedua, tidak adanya
informasi. Bagaimana mereka mau berkiprah kalau tidak ada informasi. Makanya
kita ciptakan suasana itu agar mereka bisa masuk akses terhadap peluang itu. Ciptakan
peluang. Karena peluang informasi harus diikuti juga dengan peluang.
Siapa yang berperan
penting dalam proses pemberdayaan perempuan?
Tentu saja dimulai
dari perempuan itu sendiri. Tidak ada orang yang bisa berhasil jika dirinya
sendiri tidak berhasil. Saya
selalu bilang kepada perempuan-perempuan di sana, tidak ada yang
bisa menjadikan kamu berhasil kalau kamu gak
berusaha untuk berhasil. Keberhasilan itu tidak hanya diri sendiri, tetapi
dengan orang lain. Kamu tidak bisa
mengatakan
dirimu berhasil ketika orang di sekelilingmu tidak ikut merasakan. Jadi, yang
berperan penting adalah diri sendiri, disamping support system. Sistem yang mengelilingi kita harus bekerja dengan
baik, dan harus efektif membantu seseorang,
kelompok atau suatu organisasi untuk maju. Saya kira itu, semua harus
bersinergi.
Apakah ketidak berdayaan perempuan itu
karena faktor budaya atau memang ketidak pahaman perempuan itu sendiri?
Kalau budaya
mungkin iya, pemahaman bahwa perempuan itu tanggung jawabnya hanya di dalam
rumah, saya rasa Indonesia saat ini hanya sedikit saja yang mengalami hal itu. Masih
banyak masyarakat yang memberi beban pada laki-laki, tetapi sepertinya semua
sekarang harus bekerja. Buktinya hampir semua perempuan sekarang keluar rumah untuk
bekerja. Kalau apakah budaya itu masih sering menjadi masalah? Saya rasa iya, ketika
laki-laki dan perempuan membicarakan kekuasaan. Namun ketika dua-duanya menjadi partner untuk mencapai keberhasilan
bersama, itu tidak menjadi masalah.
Apa yg menjadi
tolak ukur pemberdayaan perempuan di suatu negara dikatakan berhasil?
Pertama, perempuan
itu bisa mengambil keputusan untuk dirinya sendiri. Ketika perempuan bisa mengambil keputusan
untuk dirinya sendiri maupun keluarganya, maka pemberdayaan perempuan itu
berhasil. Kedua, ketika dia bisa menyampaikan aspirasinya. Baik dalam
lingkungan keluarga, kelompok, organisasi maupun
masyarakatnya. Ketiga, perempuan
menjadi partner bagi laki-laki,
berjuang bersama. Baik perempuan itu kedudukannya sebagai anak, istri, maupun
sebagai orang tua.
Bagaimana peran
pemerintah dalam hal ini?
Pemerintah
sesungguhnya sudah beritikad baik, sudah berusaha dengan baik. Tapi masalahnya,
permasalahan di masyarakat itu terlalu kompleks. Jadi ibaratnya tuh, baru
melakukan dua, masalahnya sudah 1000. Atau sudah melakukan banyak hal, namun
terputus-putus. Tidak saling terkait. Jadi pemerintah sudah melakukan, tetapi
kurang koordinasi, kurang fokus, dan kurang menjawab permasalahan yang
sesungguhnya. Terlalu
project oriented, yang penting
program selesai, sudah. What ever.
Mau masih ada korban, yang penting selesai. Jadi mungkin harus ada kajian
evaluasi terhadap kebijakan serta program pemerintah.
Harapan untuk
seluruh perempuan di Indonesia?
Ketika saya ada
di forum Human Right Of Woman,
di Kuala Lumpur dua tahun yang lalu. Saya selalu sedih, ketika Islam selalu
diangkat sebagai isu bagi ketidakadilan perempuan. Namun, sesungguhnya saya selalu
sampaikan bahwa dalam
dunia muslim di Indonesia, itu sudah tidak lagi. Perempuan sesungguhnya bisa
memainkan peran publiknya.
Saya berharap seluruh level di masyarakat termasuk
akademisi, aktifis Lembaga Sosial Masyarakat, pemerintah, keluarga, dan individu perempuan itu sendiri
harus memiliki fokus yang sama. Memiliki
cita-cita
yang sama untuk meningkatkan kenyamanan, keamanan, dan kesejahteraan bagi
perempuan. Datangi,
dekati, dan berdayakan.
(Fiki Ridho Rabbina)
0 Comments