Journoliberta/Alifia |
Salam Redaksi.
Tahun ini
musyawarah mahasiswa –yang dulu bernama pemilihan umum mahasiswa (pemiluwa)
atau populer juga dengan sebutan pemilihan umum raya (pemira)- meniti sejarah
baru. Penggunaan sistem e-voting disebut-sebut
sebagai langkah maju.
Namun
perubahan itu bukannya tanpa cacat. Berbagai permasalahan muncul seiring wacana
ini mencuat. Dari awal pembentukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) saja telah
menuai kontroversi. Pergantian ketua sampai masalah legalisasi menjadikan pesta
demokrasi ini molor hingga Maret tahun ini.
Musyawarah
mahasiswa yang harusnya digelar pada 2018 ini sekarang seolah dipaksakan untuk
ada. Pihak kampus dalam hal ini rektor telah bersabda untuk menggunakan e-voting dan meninggalkan sistem lama. KPU
dibantu Pusat Teknologi Informasi dan Pangkalan Data (Pustipanda) pun mengamininya.
Dalam sosialisasi
yang dilakukan pada 13 Maret lalu terlihat jelas betapa prematurnya sistem ini.
Meski klaim dari si pembuat aplikasi maupun KPU sendiri menyatakan semua sudah
siap, tapi pada kenyataannya banyak celah yang bisa dilihat. Server down, transparansi, peretasan,
hingga penyalahgunaan Nomer Induk Mahasiswa (NIM) adalah beberapa hal yang
paling ditakuti.
Beralihnya
sistem pencoblosan lama dengan e-voting
ini semestinya melalui persiapan yang panjang. Perencanaan matang diperlukan
untuk mengantisipasi hal-hal yang mungkin saja terjadi saat pemilihan. Belum lagi
sosialisasi kepada mahasiswa yang sudah terbiasa menggunakan cara konvensional.
Yang juga
perlu diperhatikan adalah sinergisitas semua pihak. Pembentukan KPU yang
sejatinya hal paling mendasar dalam pemilihan umum saja masih berantakan. Pergantian
ketua KPU yang telah kami singgung sebelumnya secara tiba-tiba menjadi contoh
bagaimana lemahnya aturan yang ada. Semua pihak harus duduk bersama merumuskan peraturan
yang konkrit sehingga hal semacam ini tidak terjadi.
Kita semua
memiliki harapan yang sama dalam mewujudkan musyawarah mahasiswa yang adil dan
damai. Namun hal itu tentu memerlukan keseriusan dan perencanaan yang matang
untuk mencapainya. Semua pihak harus meletakkan egonya dan duduk bersama untuk kemajuan
demokrasi kampus kita.
Baca juga: Persiapan Minim Sistem e-Voting
Baca juga: Debat DEMA-U Sajikan Gagasan Minim Data
Baca juga: Penghujung Drama Pemira UIN Jakarta
Baca juga: Terkait Pemira, Yusran Razak: Siapapun Panitianya Tidak Masalah Sejauh Itu Adil bagi Semua Pihak
Baca juga: Persiapan Minim Sistem e-Voting
Baca juga: Debat DEMA-U Sajikan Gagasan Minim Data
Baca juga: Penghujung Drama Pemira UIN Jakarta
Baca juga: Terkait Pemira, Yusran Razak: Siapapun Panitianya Tidak Masalah Sejauh Itu Adil bagi Semua Pihak
(Redaksi)
0 Komentar