Journoliberta/Siska |
Peringatan Hari Buruh Internasional atau lebih
dikenal dengan sebutan May Day kembali
digelar pada Rabu (1/5/2019). Aksi berlangsung
di tiga titik kota Jakarta yakni, Tennis
Indoor Senayan, Bundaran Hotel Indonesia (HI), dan Monumen
Nasional (Monas). Ribuan buruh dari berbagai aliansi berkumpul untuk
menyuarakan aspirasi dan tuntutannya.
Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (KSPN)
merupakan salah aliansi
yang berorasi di kawasan
Patung Kuda Arjuna Wijaya, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. Ribuan massa yang
tergabung dalam serikat ini meneriakkan
keluhannya kepada pemerintah. KSPN menyoroti adanya Peraturan Pemerintah (PP) no
78 tahun 2015 yang menyebabkan tidak meratanya kenaikan upah buruh di Indonesia. Jika hal ini diteruskan
maka akan terjadi kesenjangan upah yang semakin tinggi
"Memang selama 4 tahun berjalan ini, kan
ada PP 78 tahun 2015 tentang pengupahan di mana kenaikan upah ini dipukul
rata, nasional dipukul rata berdasarkan persentase inflasi dan pertumbuhan
ekonomi. Nah, sekarang mengakibatkan perbedaan upah antardaerah yang begitu
tinggi. Karawang sekarang 4,2 juta tapi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ada
yang masih 1,6 juta," ungkap ketua umum KSPN, Ristadi.
Hal serupa
juga diungkapkan oleh salah satu orator KSPN. "Jawa Tengah merupakan daerah
yang memiliki upah yang terendah di Indonesia. Apabila PP 78 diterapkan, maka selamanya
Jawa Tengah tidak akan mengejar daerah lain," ucap orator KSPN perwakilan Jawa
Tengah, Heru Budi Utoyo.
Menurut Heru, PP 78 sangat merugikan buruh.
Ia menuntut PP 78 bukan
hanya direvisi tapi harus dicabut.
"Kita mendengar, bahwa beberapa hari yang
lalu presiden mengatakan bahwa akan merevisi. Revisi itu bisa baik dan buruk. Hal yang kita inginkan
bukanlah revisi, cabut PP 78 dan tetapkan peraturan tentang pengupahan yang
mampu mensejahterakan pekerja Indonesia," tuturnya menggebu dalam orasi
yang disampaikan.
Selain tuntutan untuk pencabutan PP 78, KSPN
juga meminta pemerintah untuk
meningkatkan pelayanan dan manfaat BPJS kesehatan serta pembuatan undang-undang
ketenagakerjaan.
Sementara itu Federasi
Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) yang
berorasi di Tennis Indoor Senayan memiliki tuntutan yang tak jauh berbeda.
Pengurangan jam kerja hingga kenaikan upah tetap menjadi
harapan utama.
"Kami menuntut juga bahwa kawan-kawan
kami Ojek Online agar dimasukan regulasi yang resmi. Biar dia hidupnya jelas
dan pasti," papar koordinator lapangan FSPMI Cilegon, Ismail.
Lain lagi yang dialami Lilis Mahmudah,
salah satu buruh perempuan yang mengikuti aksi. Baginya,
buruh perempuan belum diperlakukan adil di tempat kerja.
"Ribuan buruh perempuan menjadi korban
kekerasan tidak satupun pelakunya pernah dipenjarakan, ditindak. Padahal jelas melanggar
hukum pidana Undang-undang (UU) Perlindungan Perempuan," ujarnya.
Lilis juga menambahkan seharusnya buruh perempuan mendapatkan cuti haid selama 2 hari,
dan cuti melahirkan lebih lama. Ia berharap agar pemerintah segera mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU)
tentang tindak kekerasan dan pelecehan di tempat kerja.
(Tia/Hasanah)
0 Komentar