Penulis: Ghina Nurul Fadhila
“Meja siswa kelas satu ambruk ketika hari pertama kami mengajar,” ucap salah satu relawan Gerakan Banten Mengajar saat bercerita soal situasi salah satu sekolah dasar di desa Pasir Eurih, Kecamatan Muncang, Kabupaten Banten.
“Meja siswa kelas satu ambruk ketika hari pertama kami mengajar,” ucap salah satu relawan Gerakan Banten Mengajar saat bercerita soal situasi salah satu sekolah dasar di desa Pasir Eurih, Kecamatan Muncang, Kabupaten Banten.
Secara geografis, Banten sebagai provinsi
yang cukup dekat dengan Ibukota Jakarta, tetapi tidak berpengaruh pada
pendidikan di sana. Namun, masih banyak sekolah-sekolah yang kurang memadai
untuk dijadikan tempat kegiatan belajar mengajar.
Minimnya fasilitas sekolah memaksa siswa
berbagi ruangan dengan kelas lain, sehingga satu ruangan dijadikan untuk dua
kelas. Keadaan ini juga diperparah dengan kurangnya tenaga pengajar. Contohnya
di sekolah dasar di Pasir Eurih yang hanya ada satu guru untuk enam kelas. Berbeda
halnya dengan fasilitas sekolah yang ada di perkotaan, kelas ber-AC, guru
berkualitas dan lain-lain sehingga terlihat jelas masih ada ketimpangan pada
sistem pendidikan antara kota dan desa.
Mirisnya keadaan tersebut menggugah banyak
orang untuk turun langsung memperbaiki pendidikan di daerah. Untuk mewujudkan
hal tersebut, mereka mendirikan komunitas-komunitas relawan pendidikan, salah
satunya komunitas Ayo Mengajar. Ayo Mengajar merupakan komunitas yang hadir
dari keresahan mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Jakarta
atas tidak tersedianya wadah pengabdian mahasiswa dalam bidang pendidikan.
“Pendidikan juga merupakan tanggung jawab
semua kalangan masyarakat, sehingga seharusnya masyarakat ikut berpartisipasi
terhadap kemajuan pendidikan di Indonesia,” ujar pendiri Ayo Mengajar, Adi
Raharjo.
Komunitas sosial ini berawal dari program
kerja Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) FITK UIN Jakarta. Kegiatan mereka
berfokus pada penyelesaian masalah
pendidikan di daerah Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T) di Indonesia,
seperti Kabupaten Lebak, Kabupaten Bogor dan Kabupaten Karawang. Ayo Mengajar
menjadikan tempat pengabdian atas banyak pertimbangan dari segi kualitas dan
kuantitas pendidikan di daerah tersebut.
Komunitas ini mendapat tanggapan baik
dari pihak Kampus UIN Jakarta dan sempat juga ditawari sebagai Lembaga Semi
Otonom (LSO) FITK. Namun dengan tekad
mendirikan wadah pengabdian di bidang pendidikan bukan hanya mahasiwa FITK saja, namun
untuk seluruh Mahasiswa UIN Jakarta dan juga dari berbagai kampus di Indonesia.
Kini, Ayo Mengajar berdikari dan memiliki legalitas sebagai yayasan dan badan
hukum sendiri. Selain
itu, Ayo Mengajar juga memberikan perhatian dalam pendidikan di daerah sekitar
Tangerang Selatan. Kegiatan ini bernama Relawan Berdaya, berbentuk pembelajaran
non-kelas dengan metode bermain edukatif, seperti memberikan motivasi kepada
anak-anak agar memiliki semangat baru dalam belajar. Kegiatan ini juga
berkolaborasi dengan komunitas-komunitas lain, seperti Komunitas Gerbang
Pustaka.
Salah satu relawan Ayo Mengajar, Nisa
memiliki alasan tersendiri yakni untuk mengisi waktu luang. “Menjadi seorang
relawan pendidikan tak harus seorang yang sejalan dengan gelar atau jurusan
pendidikan, sebab pendidikan tak selamanya di dalam kelas. Pendidikan yang
diberikan biasa dalam bentuk
kegiatan positif seperti mengajar ngaji,”
ungkapnya.
Nisa berharap Ayo Mengajar mampu memberi
dampak lebih luas bagi masyarakat. “Semoga Ayo mengajar bisa nyentuh ke
wilayah-wilyah pelosok untuk mewujudkan penyetaraan pendidikan, karena kita
tidak bisa menutup problem pendidikan dan butuh jangka panjang relawan bisa banyak,” tutupnya.
0 Comments