Setiap makhluk hidup pasti akan mati termasuk kita sebagai
manusia tanpa terkecuali. Kematian makhluk hidup secara terus menerus tidak
diimbangi dengan keturunan akan
menjadi mimpi buruk, yakni kepunahan. Kepunahan berarti tidak akan ada lagi makhluk hidup tersebut di bumi.
Sebagai contoh perburuan hiu, taring macan, pari manta, dan
satwa liar lainnya bila tidak segera dihentikan maka akan terjadi kepunahan. Salah satu penyebab musnahnya
hewan langka yaitu karena faktor ekonomi.
Ada banyak sekali tumpukkan sirip hiu di Tiongkok dan
Insang Pari Manta di Indonesia. Ada
sebuah Restoran yang menyajikan makanan dari hewan illegal, lalu setelah
beberapa minggu kemudian restoran tersebut ditutup karena ada lebih dari 200
orang memprotes akan hal tersebut.
Berawal dari Louie
Psihoyos membaca sebuah buku yang berjudul The Financial Time yang pada baris kedua menceritakan bahwa mungkin manusia penyebab
peristiwa pemusnahan massal. “Beginilah cara umat manusia berurusan dengan
masalah,” pikir Louie.
Louie berserta krunya melakukan penyamaran dalam pembuatan
film untuk mengungkap perdagangan illegal hewan langka. “Racing Extenction”
sebuah film dokumenter pada tahun 2015
yang di Sutradarai oleh Louie Psihoyos seorang mantan Fotografer
National Geographic.
Pada akhirnya Louie mengeluarkan sebuah kamera khusus yang
dirancang untuk merekam kepulan asap CO2 dan metana yang tidak dapat terlihat
dari knalpot mobil, kapal, manusia, bahkan binatang. Dikarenakan rusaknya Bumi
karena ulah manusia yang menghasilkan banyak gas karbon dan metana yang
mengakibatkan semakin asamnya lautan.
Joel Sartore seorang Fotografer sekaligus penemu PhotoArk
yaitu sebuah proyek ambisius berkomitmen untuk mendokumentasikan setiap spesies
di penangkaran bertujuan untuk menginspirasi orang untuk tidak hanya peduli, tetapi juga untuk
membantu melindungi hewan-hewan ini untuk generasi mendatang.
Louise Psihoyos
sebagai sutradara dokumenter ini menyampaikan, “Film masih dapat menjadi
senjata paling ampuh di dunia-senjata untuk konstruksi massal. Saya tertarik
untuk mengubah pandangan orang lewat film dokumenter. Di film ini, kami
menggunakan nilai kualitas produksi tertinggi, dan kumpulan aktivis lingkungan
untuk membantu menimbulkan kesadaran lagi akan isue penting ini,”
ungkapnya.
Film ini
berhasil memasukan Ikan Pari Manta dari Indonesia ke daftar hewan langka yang
illegal untuk di perdagangkan dalam kancah internasional. Di akhir cerita, sebuah
mobil listrik yang dikemudikan pebalap Leilani Münter melakukan misi gerliya
dalam memproyeksikan gambar spesies langka dengan gambar-gambar yang menarik
pada sisi-sisi gedung ikonik di New York City, Amerika Serikat seperti gedung
Empire State disertai alunan music Sia yang berjudul One Candle dan
Antony menyanyikan lagu Manta Ray. Ada macan tutul salju, harimau,
burung hantu, dan berbagai hewan laut yang nyaris punah.
Sejak gerakan anti sirip hiu dikampanyekan di China,
perminataan akan sirip hiu turun sampai 70%”. Gerakan ini merupakan upaya global untuk mengajak semua
masyarakat peduli terhadap lingkungan dan satwa dengan mulai melakukan sesuatu.
Racing Extinction telah
tayang di seluruh dunia pada 2 Desember 2015. Film karya Oceanic Preservation
(OPS) yang juga merupakan kru dibalik film pemenang Academy Awards tahun 2010,
The Cove, menggambarkan bagaimana banyak spesies hampir mengalami kepunahan.
Namun, Film Dokumenter yang berdurasi 90 menit ini tidak
luput dari kekurangan. Meskipun hanya berdurasi sebentar, film ini terasa
sangat lama ketika di tonton karena cerita yang diangkat pada film ini sedikit
membosankan bagi penonton yang kurang memahami alur cerita tersebut.
Judul : Racing Extinction
Sutradara : Louie Psihoyos
Skenario : Mark Monroe
Produser : Fisher Stevens, Olivia Ahnemann
Tahun : 2015
Genre : Action, Adventure, Dokumenter
Nominasi : Penghargaan Emmy Primetime untuk Exceptional Merit in Documentary Filmmaking
(Yustika Khairunnisa)
0 Komentar