Mencicipi Serabi Mak Icih yang Bikin Nagih


Adzan subuh berkumandang, jalanan masih tampak lengang. Mak Icih, begitu panggilan akrab wanita paruh baya asal Subang itu. Ia bergegas merapikan barang-barang untuk berjualan serabi di Jalan Pasirangin setelah melaksanakan sholat subuh. Jarak antara rumah kontrakan dan kedai serabi yang disewanya cukup dekat, Mak Icih biasa berjalan kaki untuk menempuhnya. Seringkali Mak Icih bertelanjang kaki, “itung-itung terapi,” kelakarnya.

Hidup sebatangkara tidak membuat dirinya patah semangat. Bahkan alasan itulah yang membuat ia lebih giat mencari rupiah untuk menjalani hidup serta  biaya pengobatannya. Mak Icih sering merasakan linu pada lututnya. Anak-anaknya telah menikah dan hidup terpisah. Ada satu anak lelaki Mak Icih yang tidak begitu jauh tempat tinggalnya, namun jarang sekali ia datang menemui. “Dulu saya tinggalnya sama cucu, tapi pas dia sudah SMA dia tinggal sama orang tuanya lagi,” tambah Mak Icih.

Sudah beberapa tahun Mak Icih berjualan serabi, jajanan tradisional yang berasal dari daerah Jawa Barat. Jajanan ini sudah banyak termodifikasi, mulai dari cara pembuatan hingga taburan diatasnya. Namun Mak Icih hanya menjual dua jenis serabi, yaitu serabi manis yang menggunakan kinca (kuah gula merah dan santan) dan serabi asin dengan atau tanpa taburan oncom di atasnya. 

Setiap hari, ia harus menggiling sendiri beras untuk dijadikan tepung. Jika ia menggunakan tepung beras yang sudah dalam kemasan akan membuat adonan serabi miliknya lebih cepat basi. Namun, beras harus dicuci bersih dan direndam semalaman agar mudah digiling.

Setiba di kedai serabi yang disewanya, Mak Icih segera meracik bahan-bahan seperti tepung beras, santan dan sedikit garam. Kemudian ia langsung mulai mencetak serabi di atas cetakan yang terbuat dari tanah liat dan menggunakan kayu kering untuk membakarnya. Sambil menunggu serabinya masak, Mak Icih memasukkan kinca kedalam plastik kecil-kecil.

Dalam sehari, Mak Icih mendapatkan keuntungan bersih sekitar 30 sampai 50 ribu rupiah. “Ya, kalau lagi rame mah bisa lebih. Biasanya Sabtu dan Minggu atau hari libur,” tambahnya. Mak Icih memilih untuk berjualan serabi karena sudah jarang orang yang menjualnya, tidak seperti penjual gorengan yang mudah sekali dijumpai. Terkecuali di kedai atau tempat makan yang menyediakannya, tapi sudah dengan aneka macam topping yang moderen.


“Saya sering beli serabi Mak Icih, apalagi kalo hari libur,” ujar salah seorang pelanggan Mak Icih, Fathiyyah. Lokasinya yang strategis di pinggir Jalan Pasirangin membuat Fathiyyah hampir setiap hari membeli serabi Mak Icih. Alasan lain karena harganya yang ekonomis, 2500 rupiah untuk dua buah. Favoritnya yaitu serabi manis dengan kuah kinca. 

(Iin Inayatun)

Posting Komentar

0 Komentar