Dalam
hidup, manusia sudah seharusnya bermanfaat terhadap lingkungan di sekitarnya,
terlepas dari keterbatasan-keterbatasan yang mereka miliki, karena keterbatasan
tidak menghalangi manusia untuk berbuat lebih. Itulah yang tercermin dari Komunitas
Tunanetra Peduli Bangsa (KTPB).
KTPB
berdiri sejak 28 November 2014 lalu, dibentuk oleh para aktivis tunanetra salah
satunya Maniso. Komunitas yang beralamat di Jalan Jombang Raya, Gang Mangga,
Kampung Gunung Kavling No. 28 ini awal mula terbentuk setelah Maniso mengikuti
kegiatan Training Of Trainer (TOT) Alquran Braille yang diadakan
di Kelapa Gading oleh Yayasan Raudhatul Firdaus.
Maniso dan kawan-kawan berinisiatif untuk
membentuk wadah yang bertujuan untuk menciptakan generasi Islami di wilayah
Tangerang Selatan khususnya di wilayah Jombang, maka terbentuklah Majlis Ta’lim
Cahaya Iman pada saat itu. Namun setelah itu Maniso dan ketiga kawannya,
Sirauddin, Zaehun, dan Rasdian mencetuskan untuk mengganti nama wadah ini
menjadi Komunitas Tunanetra Peduli Bangsa (KTPB). Meski bukan penyandang tuna
netra, Rasdian memiliki rasa simpatik dan ikut membentuk komunitas ini.
Maniso
mengatakan dibentuknya komunitas ini dikarenakan keresahan dari dirinya dan
kawan-kawan lainnya atas kondisi tunanetra di wilayah Jombang yang dianggap sering
mengabaikan kewajiban beragama dengan alasan kesibukan yang dimilikinya, selain
itu perilaku bersosial juga dianggap kurang baik.
“Melihat
rutinitas teman-teman tunanetra yang ada di Jombang lebih banyak menjadi
pengamen, namun ngamennya itu hanya minta-minta saja. Selain itu temen-temen
tunanetra kebanyakan yang hidup di jalan yang terkenal keras dan kata-katanya
kasar, akhlaknya juga kurang sopan bahkan shalatnya pun tidak diperhatikan
karena sibuk mencari uang. Dari situlah komunitas ini dibentuk untuk
memberdayakan teman-teman tunanetra sendiri,” tutur salah satu anggota
komunitas, Shidiq.
Pendiri KTPB, Maniso
mengatakan, sejauh ini karya yang dihasilkan komunitas ini di antaranya hasil
dari pembuatan minyak urut, balsem, dan bir pletok. Ada pula Aryani salah satu anggota
dari komunitas ini sudah menjadi pengusaha ayam geprek di Petukangan. Selain
karya yang dihasilkan, komunitas ini pun rutin mengadakan pelatihan komputer
bicara, alquran braille, pelatihan bisnis technopreneur,
serta seminar-seminar yang memberdayakan para penyandang tunanetra. Selain itu,
komunitas ini juga pernah bekerjasama dengan Daarut Tauhid Jakarta dalam
pengadaan mudik gratis yang diperuntukkan bagi penyandang tunanetra.
“Alhamdulillah selama menjadi komunitas
kita setiap Jumat sih ada
pembelajaran alquran braille kayak gitu, terus juga ada komputer bicara, ada seminar-seminar kajian
dan lain sebagainya,” papar Maniso.
Melihat
perkembangan komunitas, akhirnya per 10 Maret 2017 KTPB berubah nama menjadi
Yayasan Karya Tunanetra Peduli Bangsa, salah satu tujuannya guna mendapat
legalitas dan kemudahan untuk bekerja sama dengan institusi pemerintah.
Selain
itu, untuk meningkatkan produktivitas, yayasan ini membentuk
departemen-departemen, di antaranya departemen pendidikan yang menangani
pendidikan dan dakwah. Selanjutnya ada departemen kesejahteraan yang menangani
santunan, baik santunan kematian dan santunan lainnya. Kemudian ada departemen
seni budaya, dan departemen hubungan antar lembaga untuk menjalin hubungan terhadap
pemerintah, swasta maupun ke luar negeri.
Maniso
juga berharap setelah berubah menjadi yayasan, semakin bermanfaat untuk semua
orang. “Harapan kita menjadi besar dan bermanfaat untuk umat. Paling tidak
seperti itu,” ucapnya. Rencana selanjutnya dari Yayasan Karya
Tunanetra Peduli Bangsa ialah mendirikan pesantren yang diperuntukkan penyandang
tunanetra, yatim, dan kaum duafa.
(Karmilah)
0 Komentar