·
Penulis: Sulthony Hasanuddin
Indonesia sebagai negara dengan populasi umat muslim terbesar di dunia menjadi salah satu kiblat pembelajaran dalam beragama. Hal ini disebabkan terkenalnya Indonesia sebagai negara moderat atau wasath. Moderat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi 2008 adalah berkecenderungan ke arah jalan tengah. Moderat juga ditegaskan dalam Al-quran surat Al-Baqarah (2):143 disebutkan “Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) sebagai umat pertengahan.”
Namun, Indonesia dan dunia memiliki tiga tantangan besar di masa kini, seperti yang dikatakan oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin, tantangan yang dihadapi mulai dari meningkatkan kualitas SDM, menghilangkan kemiskinan dan ketimpangan, dan pencegahan penyebarluasan radikalisme dengan menggunakan simbol-simbol agama.
Professor Sejarah Universitas Princenton Amerika Serikat, Michael Laffan seorang non muslim, namun dia mengakui Muhammad sosok yang sangat teladan bagi umat manusia. Laffan menulis karya penelitiannya dalam buku Sejarah Islam Di Nusantara, ia menjabarkan sejarah dan faktor-faktor yang membentuk islam di Indonesia, sehingga menjadi islam yang moderat.
Buku ini terdiri dari empat bagian. Pada bagian pertama, penulis menceritakan proses masuknya islam sebagai ajaran baru di nusantara dengan berbagai data sejarah dunia. Bagaimana pribumi dengan mudah menerima ajaran baru, karena islamisasi yang dibentuk oleh ajaran-ajaran Sufi abad ketujuh belas. Ajaran-ajaran tersebut menekankan hubungan mistis antara Nabi dengan Tuhan melalui sekelompok elite muslim terpelajar yang dilindungi dan ditopang oleh otoritas kerajaan di nusantara.
Lanjut di bagian kedua, mengisahkan usaha kolonialisme Belanda yang masih asing dengan ajaran Islam. Belanda mencoba memahami gagasanIslam agar lebih mudah diterima oleh masyarakat setempat. Menurut Laffan, pandangan-pandangan awal Belanda mengenai Islam lebih banyak dibentuk oleh apa yang disebut keyakinan yang masuk akal, ketimbang pengetahuan historis. Seperti yang dikatakan kamus melayu milik Golius seorang orientalis dan ahli matematika University of Leiden di Belanda, bahwa betapa Belanda tidak siap memahami elite islam dan juga pemahaman tentang seberapa jauh islamisasi telah berlangsung di kalangan penduduk Indonesia yang lebih luas.
Dari situ datanglah seorang orientalis, Christian Snouck Hurgronje, yang tiba di Batavia pada 1889. Oleh para atasan Belanda dia dipandang sebagai seorang informan mengenai kaum muslim, namun orang-orang muslim juga melihatnya sebagai seorang mediator bagi kepentingan umat islam. Bagian ketiga membicarakan ketidak sukaannya terhadap beragam praktik mistisisme populis yang diajarkan para guru muslim sehingga pribumi tidak terlalu peduli pada hukum yang ada.
Snouck berpura-pura menjadi muslim bahkan mengganti namanya menjadi Abdoel Gafar. Ia juga melakukan riset bersama orang asli Banten bernama Abu Bakar yang menjadi pengantar pesannya kepada para ulama dan cendekiawan. Pada bagian ketiga inilah banyak alasan mengapa islam di nusantara terbentuk menjadi ajaran yang khas lewat pengamatan langsung yang dipaparkan oleh Snouck Hurgronje.
Peran sufisme dan ajaran tarekat pada awal abad 20, mengukuhkan ciri khas bagi islam nusantara karena merupakan hasil perpaduan dari ajaran islam dan budaya asli. Snouck memang secara fisik tidak berada di Indonesia pada dekade kedua abad kedua puluh, tetapi para penasihat didikan Snouck meneruskan jejaknya.
Snouck mengungkapkan Belanda harus berterima kasih kepada para pemuja wali yang disebut terbelakang (musryid tarekat), dalam bagaimana tulisan-tulisan mistis yang dianggap menyimpang (kitab), dia bisa melihat kepribadian sejati kaum Mohammedan Hindia atau Islam Indonesia. Bahkan, ia juga mengklaim bahwa perpaduan dan perbandingan yang paling muskil, ialah ketika Islam Indonesia merupakan sebuah perpaduan antara pengetahuan budaya setempat dengan praktik tarekat Islam.
Kemudian, muncul kekuatan dari masyarakat yang dipimpin oleh para mufti atau ulama untuk menyokong gerakan-gerakan nasionalisme demi kemajuan pribumi. Terlihat dengan terbentuknya Sarekat Islam adalah tanda positif dari ratusan ribu orang yang mengusahakan perubahan, pendidikan, dan kemajuan bagi pribumi.
Ulama asal Sumatera Barat Ahmad Khatib, mengidentifikasi Sarekat Islam sebagai badan yang didirikan untuk menegakkan prinsip-prinsip islam, membangkitkan perniagaan dan pertanian demi kesejahteraan para anggotanya, serta mengembangkan pembelajaran yang membantu kemajuan dalam agama dan dunia serta kemajuan putra-putra tanah air.
Buku ini pada kesimpulannya akan membawa kita untuk mengetahui bagaimana islam di Indonesia menjadi ajaran yang damai dan tidak mendiskriminasi umat lain. Dari sejarah yang tertera dalam buku, dapat dijadikan sebagai pengingat dan penyadaran pola pikir kita umat beragama khususnya kaum muslim di Indonesia yang sedang menghadapi isu radikalisme agama. Karena sejarah memang tidak dapat dipelajari hanya dengan satu konteks saja, namun harus dilihat dari sejarah faktual lainnya.
Buku ini sangat dianjurkan untuk dibaca, khususnya untuk penggemar dan pengamat sejarah peradaban islam. Karena sejarah yang diungkap dalam buku ini menggambarkan awal masuknya islam di nusantara, hingga sampai islam itu sendiri yang menjadi penggerak perubahan rakyat untuk kemerdekaan Indonesia. Laffan melalui risetnya mengumpulkan banyak data dari berbagai karya historis para peneliti dan orientalis mengenai nusantara.
Judul Buku : Sejarah Islam Di Indonesia
Judul Asli : The Making Of Indonesian Islam
Penulis : Michael Laffan
Penerjemah : Indi Aunullah & Rini Nurul Badariah
Penerbit : Bentang Pustaka
Tahun Terbit : 2015
Tebal Buku : 328 hlm
0 Komentar