![]() |
Infografik: Zahra Zakiyah |
Penulis: Zahra Zakiyah dan Sulthony Hasanudin
Hari Kebangkitan Nasional resmi ditetapkan oleh pemerintah sebagai momentum
bersejarah bagi bangsa Indonesia sejak 1948.. Hari kebangkitan nasional sendiri
ditandai dengan berdirinya Organisasi Boedi Oetomo oleh para pelajar pribumi
dari School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) pada 1908, dengan
tujuan membangun kualitas pendidikan yang lebih baik bagi rakyat Indonesia.
Boedi Oetomo awalnya didirikan untuk menjalankan kegiatan sosial,
ekonomi, dan kebudayaan. Selain itu, organisasi ini berorientasi untuk daerah
Jawa serta hanya kalangan priyai dan bangsawan yang dapat bergabung. Karena
tujuannya untuk mempersatukan bangsa, rakyat kecil dapat bergabung sejak 1932,
dan misinya pun berubah untuk mencapai Indonesia merdeka.
Kongres pertama dilaksanakan pada 3-5 Oktober 1908 di Yogyakarta. Dalam
kongres ini Wahidin Sudirohusodo membahas pentingnya pendidikan yang ditujukan
untuk golongan priyayi bukan untuk rakyat biasa. Karena menurutnya setelah
orang priyayi terdidik maka bisa mengajarkan rakyat biasa, dengan demikian
seluruh rakyat Indonesia mendapatkan pendidikan. Pada saat itu gerakan ini
dianggap tidak berbahaya oleh Belanda, oleh sebab itu Boedi Oetomo mendapatkan
pengesahan badan hukum dari Belanda.
Boedi Oetomo mengalami fase perkembangan saat dipimpin oleh Pangeran
Ario Dirodjo pada tahun 1912. Pada tanggal 20 Juli 1913, Tjipto Mangunkusumo
dan Suwardi diasingkan ke Negeri Belanda karena memprotes rencana pemerintahan
Hindia-Belanda untuk merayakan 100 tahun kemerdekaan Belanda. Hal ini
dikarenakan Suwardi menulis “Als ik eens Nederlander was” (Seandainya aku
seorang Belanda).
Pada kongres kedua Boedi Oetomo berubah menjadi pergerakan rakyat di
bidang politik. Sehingga, tahun 1934 organisasi ini bergabung dengan
Perhimpunan Bangsa Indonesia dan lahirlah Partai Indonesia Raya (Parindra). Hal
ini dikarenakan untuk mewujudkan tujuan dan cita-cita nasional, yakni Indonesia
Merdeka yang sudah direncanakan sejak tahun 1932.
Peran Anak Muda Kini
Dosen Pancasila UIN Syarif Hidayatullah, Ali Irfan menyatakan bahwa anak muda memiliki sifat berkeinginan untuk memperbaiki keadaan menjadi lebih baik, karenanya sikap kritis dan semangat perubahan selalu melekat pada diri mereka. Maka hal inilah yang diharapkan muncul saat anak muda masa kini memperingati hari kebangkitan nasional.
![]() |
Infografik: Sulthony Hasanuddin |
“Jika berkaca pada sejarah, anak muda zaman dulu berani bermimpi untuk
kebangkitan dan persatuan nasional kita, maka sikap kritis dan tekad ini untuk
berubah menjadi lebih baik. Itulah yang harus terus ada dan menyala pada dada
mereka," ujar Ali.
Ali mengingatkan bahwa pemahaman rasa nasionalisme adalah hal yang
paling utama untuk dimiliki oleh bangsa dan kaum muda di era globalisasi kini.
Mengingat kecanggihan teknologi yang ada saat ini, berakibat dengan mudahnya
informasi dan budaya dari luar dapat masuk kepada masyarakat tanpa terkendali.
“Pemahaman akan pentingnya rasa nasionalisme sangat penting sekali untuk
anak muda. Nasionalisme dalam hal ini secara sederhana kita maknai sebagai
mengutamakan kepentingan nasional di atas kepentingan pribadi, keluarga,
perusahaan, apalagi kepentingan asing. Maka nasionalisme sangat penting menjadi
role model bagaimana kita berselancar dalam era baru ini," papar Ali.
Tepat hari ini 112 tahun silam titik mula kebangkitan nasional.
Seyogianya peringatan ini membangkitkan semangat untuk bersatu dan berjuang
melawan pandemi Covid-19, tentunya dengan tetap di rumah.
0 Komentar