![]() |
Oleh: Syifa Fauziah/Journo Liberta
“Di
sekolah kebaikan dan kejahatan, kalah bertarung dalam dongengmu bukanlah
pilihan”,
kalimat pengantar sempurna yang akan menjadi gerbang dongeng bagi para
pembacanya. Novel beraliran fantasi yang ditulis oleh Soman Chainani, mantan
seorang atlet ini tak hanya mencuri hati masyarakat New York, tetapi juga masyarakat
Asia. Tak hanya itu, Soman Chainani juga mengajak pembaca untuk ikut merasakan
ketegangan tokoh dalam memperebutkan peran, yang akan berakhir menjadi
pangeran, putri, prajurit, penyihir, atau hanya menjadi kurcaci yang tak
berguna dan tak ternilai seperti teman-teman putri salju.
Dalam novel ini juga dijelaskan, setiap 4 tahun sekali sang guru akan menculik beberapa anak di Desa Gavaldon untuk dilatih di sekolah kebaikan atau kejahatan. Di saat anak-anak lain ketakutan akan penculikan yang memisahkan mereka dari keluarga, Sophie justru mempersiapkan segalanya dengan baik. Segala kebaikan yang telah ia lakukan selama ini, rambut pirang dan masker mentimunnya, membuat ia yakin akan dibawa sang guru menuju sekolah kebaikan dan akan menjadi lulusan terbaik dengan gaun pink kesukaannya.
Berbeda dengan sahabatnya, Agatha, dengan baju hitam panjang tanpa lekuk,
ditambah rambut hitam yang tak terurus, dan kucing nakal dengan kuku
runcingnya, serta rumah di atas bukit
kuburan yang jauh dari
rumah penduduk membuatnya harus menetap
di sekolah kejahatan.
Namun,
Sophie justi terjerembap
di antara
parit hitam dan beberapa buaya yang mengelilingi menara sekolah kejahatan,
sedangkan Agatha jatuh di antara bunga-bunga indah
dengan peri mungil yang dengan jijik memegang baju hitamnya yang berbau busuk,
untuk membantunya berdiri. Tak ada kekeliruan antara Sophie yang terjerembap di parit dan Agatha
yang jatuh di antara
bunga-bunga, kedua hal tersebut yang nantinya akan menjadi awal cerita dongeng
mereka, mengungkap segala kebenaran dan isi hati.
Novel
yang mendapat predikat New York Times Best Seller ini terbit perdana pada tahun
2013, dengan cerita fantasi yang berhasil membawa para pembacanya seakan
menyaksikan secara langsung dan hidup dalam dongeng tersebut. Di mana pembacanya di ajak
untuk memainkan imajinasinya mengenai menara, sekolah, magic, dan lain sebagainya. Novel yang diselimuti dengan kisah
persahabatan, permusuhan, kejahatan yang mengerikan, kebaikan yang tulus,
peperangan, perdamaian, serta kisah cinta yang tak tertebak.
Dengan
bahasa yang mudah dipahami, deskripsi tempat, tokoh, dan segala kejadian yang
tertulis dengan jelas, membuat pembaca mudah memahami isi cerita sehingga novel
terjemahan ini bisa dinikmati segala umur, baik tua maupun muda. Alur ceritanya
yang menegangkan dan berbeda dari cerita fantasi lainnya juga membuat pembaca
tertarik dan tak bosan membaca.
Terlepas
dari itu, cover dalam novel ini menggunakan bahan yang mudah sobek, tulisannya
juga kecil, membuat pembaca tak bisa berlama-lama membaca novel ini. Seperti
hal nya novel fantasi lainnya, karya fiksi yang berjudul The School for Good
and Evil yang berisi 580 halaman tanpa cover, membuatnya menjadi lebih
tebal dari novel fiksi lainnya.
School
for Good and Evil hingga
saat ini memiliki 5 series yang masih berlanjut
dan akan segera “difilmkan”. Melihat dari kedua hal
tersebut, novel karya Soman Chainani merupakan karya yang bagus dan memiliki
begitu banyak pembaca, sehingga karyanya layak untuk dibeli dan dibaca. Tidak
berlebihan bila karyanya
layak mendapat penghargaan sebagai novel Best seller.
Identitas Buku
Judul
Buku : The School for Good and Evil
Penulis : Soman Chainani
Pengalih
Bahasa : Kartika Sofyan
Penerbit : Penerbit Bhuana Sastra
ISBN : 978-602-249-756-1
Tahun
Terbit : Cetakan kedua, Desember 2014
0 Komentar