Revolusi Prancis dan Pengaruhnya di Indonesia

 

Ilustrasi: Journo Liberta/Yesi Salviana

JOURNOLIBERTA.COM Ketidakpuasan masyarakat Prancis akan sistem absolut atau kekuasaan tak berbatas menjadi titik balik adanya Revolusi Prancis. Sejak awal, Revolusi Prancis memang tidak dapat dipisahkan dari praktik dominasi absolut di sebagian besar Eropa.

Puncaknya, terjadi pada masa pemerintahan Louis XIV (1643-1715), yang selalu berpegang pada motonya yang terkenal, yaitu l’etat c'est moi yang berarti negara adalah saya.

Absolutisme sendiri merupakan bentuk pemerintahan de facto di mana seorang penguasa memerintah secara mutlak tanpa dibatasi oleh hukum.

Pada masa Raja Louis XV (1715-1774) yang didampingi permaisurinya, Madame du Pompadour, selama berkuasa dikenal sangat korup dan boros sehingga menyebabkan keuangan negara mengalami defisit.

Sadar akan hal tersebut, rakyat yang tidak puas akan sistem pemerintahan monarki absolut kemudian melakukan pemberontakan. Perlu diketahui, masa pemerintahan para raja Prancis sampai dengan Louis XVI disebut sebagai ancient regime yang artinya masa pemerintahan yang lama.

Penyebab

Kebencian rakyat terhadap pemerintah sudah menjadi hal yang umum kala itu. Adanya konflik antara kelas bangsawan dan rakyat biasa menjadi salah satu penyebab kebencian rakyat terhadap pemerintah, yang cenderung merangkul kaum bangsawan dalam praktek sosial.

Keadaan sosial tersebut kemudian membagi struktur masyarakat menjadi tiga golongan yaitu, golongan bangsawan, golongan gereja, dan golongan rakyat biasa. Hal inilah yang menimbulkan kesenjangan sosial dan ketidakpuasan rakyat.

Adanya substitusi stelsel atau sistem perwalian yang menempatkan golongan bangsawan berada pada kedudukan yang tinggi, sementara wakilnya dari golongan rakyat yang menjalankan kewajiban hanya mendapat gaji yang minim, ditambah administrasi negara yang kacau dan merajalelanya tindakan korupsi.

Monarki absolut pada masa pemerintahan Raja Louis XVI dengan sikapnya yang despotis menjadikan kekuasaan absolut yang paling buruk pada masanya. Orang-orang yang mengkritik kebijakan kerajaan akan ditindas dengan kejam. Akibatnya, hidup masyarakat menjadi terkekang karena tidak ada lagi kebebasan bersuara.

Faktor penyebab lainnya adalah kebangkrutan negara serta pinjaman dari luar negeri sudah sangat menumpuk. Hal itu membuat Raja Louis XVI mengharuskan kaum bangsawan untuk turut membayar pajak.

Namun, kaum bangsawan memprotes dengan alasan yang berhak menentukan pajak adalah rakyat. Mereka meminta Raja Louis XVI memanggil anggota Etats Generoux atau Majelis Rakyat untuk melaksanakan sidang. Padahal, sejak 1614 lembaga ini tidak pernah bersidang. Usul kaum bangsawan pun disetujui oleh raja dengan harapan persoalan keuangan yang sudah sangat gawat dapat selesai.

Pada akhirnya, golongan bangsawan mendapatkan hak istimewa, mereka menghisap semua hak rakyat. Ketidakmampuan rakyat biasa dalam membayar pajak yang tinggi menjadi salah satu bentuk krisis keuangan pada saat itu. Pajak yang wajib dibayarkan rakyat lebih tinggi dibandingkan dengan kaum pendeta dan juga bangsawan.

Selain membayar pajak kepada negara, rakyat juga harus membayar pajak kepada tuan tanah. Sementara itu, kaum pendeta dan kaum bangsawan mendapatkan banyak pengecualian dan keistimewaan di dalam hal pajak, kenaikan harga pangan, dan juga sistem transportasi.

Ketika sistem keuangan Prancis terpuruk akibat utang negara yang besar, keluarga kerajaan justru hidup nyaman di Versailles tanpa memedulikan situasi dan kondisi yang terjadi pada saat itu. Hal ini turut menambah kebencian rakyat terhadap pemerintah.

Kemudian pada 1789, terjadi kekacauan di Paris, pemberontakan, kerusuhan, penjarahan, hingga pembakaran terjadi di berbagai penjuru kota. Pemerintah pun menurunkan tentara kerajaan untuk menenangkan massa. Akan tetapi, rakyat semakin marah hingga pada 14 Juli 1789, mereka mendatangi Bastille dan mendobrak masuk untuk mengambil persenjataan dan melepaskan para tahanan.

Dampak Bagi Indonesia

Revolusi Perancis yang terjadi pada 1789-1799 membawa pengaruh baik langsung maupun tidak langsung ke berbagai negara, termasuk Indonesia. Meskipun di abad ke-18 Indonesia belum menemukan titik terang tentang kemerdekaan. Tetapi Revolusi Prancis membawa inovasi yang sangat besar bagi Indonesia.

Revolusi Prancis membawa penyebaran paham nasionalisme di daratan Asia dan Afrika, tidak terkecuali Indonesia dalam melawan negara imperialis Barat. Boedi Oetomo adalah salah satu organisasi nasional yang telah mengikuti paham nasionalisme dan berdiri pada 20 Mei 1908. Dari organisasi nasional pertama di Indonesia ini, paham nasionalisme semakin terkenal dan menyebar di Indonesia sehingga bermunculan pergerakan nasional di Indonesia.

Selain itu, pengaruh lain yang dibawa oleh Revolusi Prancis adalah paham persatuan. Paham persatuan dibuktikan secara nyata dalam Sumpah Pemuda yang menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Nilai persatuan sendiri sangat berarti bagi perjuangan pahlawan untuk merebut kemerdekaan Indonesia. Dengan bersatunya Indonesia, kemerdekaan bisa dicapai setelah 350 tahun dijajah oleh bangsa lain.

Revolusi Prancis terjadi jauh sebelum Indonesia mencapai kemerdekaan. Namun, penggunaan landasan demokrasi untuk menjalankan sebuah negara menjadi sebuah bukti bahwa pengaruh Revolusi Prancis tersebar keseluruh dunia, bahkan bertahan hingga abad ke-20.

Bukti paham demokrasi muncul di Indonesia setelah adanya Revolusi Prancis ialah adanya tuntutan Indonesia Berparlemen. Bentuk perjuangan dan asas yang dianut dalam sistem parlemen tetunya sedikit banyak terinspirasi oleh perjuangan rakyat Prancis pada masa Revolusi Prancis.

Dengan adanya paham ini kemudian partai-partai politik di Indonesia bergabung membentuk wadah baru yaitu Gabungan Politik Indonesia (GAPI). Dalam perjuangannya, GAPI menyerukan bahwa Indonesia Berparlemen, hal ini dilakukan guna menghindari paham fasisme yang pada saat itu sangat meresahkan dunia khususnya pada masa Perang Dunia II.

 

Penulis: Aulia Oktavia Rengganis dan Indah Pramestya

Editor: Siti Hasanah Gustiyani


Posting Komentar

0 Komentar