Foto : Farhan |
JOURNOLIBERTA.COM - Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kembali menggelar acara tahunan “Jurnalistik Fair (JFair)” pada 2-31 Oktober 2021. Kegiatan tersebut dilakukan secara hybrid, daring melalui Aplikasi Zoom Meeting dan luring bertempat di Gedung Serbaguna Masjid Jami Nurul Falah, Jakarta Selatan.
Mengusung tema Kebudayaan, Jurnalistik Fair 2021 menampilkan
tiga rangkaian acara, yakni Webinar J-Expo, Perlombaan J-Contest serta Pameran
Foto.
“Acara Jurnalistik Fair ini bertujuan untuk meningkatkan
eksistensi program studi Jurnalistik di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta
untuk melestarikan budaya melalui ranah jurnalistik,” Ungkap Ketua Pelaksana,
Maghreza Rifsanzani, saat diwawancara via Whatsapp, Senin (1/11/21).
Ia melanjutkan, melalui tema kebudayaan tersebut, mahasiswa
jurnalistik turut menyuarakan urgensi pelestarian budaya sebagai identitas
suatu bangsa, mengingat zaman yang semakin maju, budaya dapat tergerus arus
globalisasi.
“Budaya menjadi identitas suatu bangsa, budaya juga menjadi
urgensi bagi suatu bangsa untuk menjaga dan melestarikan budayanya sendiri.
Mengingat zaman yang semakin maju, tentu budaya bisa saja tergerus arus
globalisasi,” Ujar Maghreza.
Berkenaan
dengan hal itu, Ketua Program Studi Jurnalistik, Kholis Ridho, menyatakan pengusungan
tema kebudayaan ini sejalan dengan mainstreaming keilmuan Jurnalistik di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, yakni jurnalisme profetik dan juga jurnalisme
multidisiplin.
“Tema kebudayaan ini menarik. karena Jurnalistik dikenalkan
kepada khalayak luas bukan sebatas berorientasi penulisan berita, tetapi juga
meliterasi atau mengedukasi publik tentang pelbagai hal terkait kehidupan
sosial, keagamaan, politik, lingkungan, kesehatan, budaya bahkan juga seni. Hal
ini sesuai dengan mainstreaming keilmuan Jurnalistik yang dikembangkan UIN
Jakarta, yaitu Jurnalisme Profetik dan juga Jurnalisme Multidisiplin,” ungkap
Kholis Ridho melalui Whatsapp, Senin (1/11/21).
Dalam
rangkaian acaranya, Maghreza mengungkapkan, HMPS Jurnalistik juga turut
menggandeng para mahasiswa yang aktif dalam dunia seni serta para pekerja seni.
“Para mahasiswa yang aktif dalam dunia seni. Baik seni
sastra, musik, maupun seni yang berbau tradisional seperti pergelaran wayang,”
ujar Maghreza.
Momentum istimewa JFair 2021 yang diselenggarakan di
tengah kebiasaan baru
Penyelenggaraan
Jurnalistik Fair 2021 di tengah kebiasaan baru menjadi momentum yang istimewa,
khususnya bagi para mahasiswa Program Studi Jurnalistik. Pasalnya, semenjak
adanya pandemi Covid-19, pihak kampus melarang adanya kegiatan di kalangan
mahasiswa. Hal itu juga sempat membuat JFair absen pada tahun 2020.
Kepada
reporter Journo Liberta, Kholis Ridho mengungkapkan, lantas tidak mudah bagi
para panitia untuk menyiasati berlangsungnya acara Jurnalistik Fair 2021 di
tengah kebiasaan baru.
“Pada masa masih pandemi, tidak mudah mendapatkan
persetujuan kegiatan akademik dan non akademik di dalam atau di luar kampus
dengan melibatkan banyak orang berkumpul. Tentu ini adalah tantangan yang
sangat berat bagi panitia untuk menyiasati kegiatan kemahasiswaan tetap
berlangsung secara meriah dan hikmat. Karena itu kegiatan Jurnalistik Fair 2021
perlu kita apresiasi sangat luar biasa. Semoga kita selalu tetap produktif di
masa pandemi dengan tetap menjaga protokol kesehatan,” ungkap Kholis Ridho.
Lebih
lanjut, Kholis Ridho juga menyatakan, dipilihnya Gedung Serbaguna Masjid
sebagai tempat diselenggarakannya JFair 2021, merupakan pilihan yang sangat
strategis. Karena dengan diadakannya pementasan wayang di Gedung Serbaguna
Masjid pada penutupan JFair 2021, menegaskan adanya praktik moderasi beragama
yang adaptif terhadap budaya lokal, seperti yang dilakukan Wali Songo saat
menyiarkan Islam di Nusantara.
“Masjid bukan saja menjadi tempat ibadah tetapi sekaligus
sebagai medium dakwah melalui kegiatan-kegiatan akademik dan non akademik untuk
menumbuhkan ghoiroh ke-Islaman dan ke Indonesiaan kepada khalayak luas. Melalui
pementasan wayang di Gedung Serbaguna Masjid jelas menegaskan adanya praktik
moderasi beragama yang adaptif terhadap budaya lokal. Ini (pementasan wayang)
adalah sejarah yang berulang seperti dilakukan Wali Songo saat menyiarkan Islam
di Nusantara,” pungkas Kholis Ridho.
Penulis : Rafi Fadillah & Shinta Fitrotun Nihayah
Editor : Gina Nurulfadillah
0 Komentar