Meningkatnya Kasus Kekerasan Anak, Dosen Kessos: Pentingnya Edukasi dan Pola Pikir Orang Tua

Ilustrasi: Putri Nadhila

Kasus kekerasan pada anak masih terus terjadi. Faktanya, di awal 2022 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mencatat kasus kekerasan pada anak sebanyak 2.826 kasus per 18 Maret 2022. Angka ini dapat terus bertambah seiring terjadinya kasus kekerasan pada anak di Indonesia.

Pada kasus kekerasan anak ini mayoritas terjadi di kota-kota besar, terutama di pulau Jawa. Hal ini menjadi kekhawatiran dan rasa prihatin terutama pada orang tua dan anak-anak. Kepala Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Jakarta, Ahmad Zaky menyatakan bahwa ia sangat prihatin dengan keadaan tersebut. Menurutnya, setiap anak pada hakikatnya mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan keluarga, orang tua dan lingkungan sosialnya.

“Saya sangat prihatin dan kasus ini menjadi catatan untuk kita semua karena hakikatnya anak juga mempunyai hak perlindungan dari orang tua, keluarga dan lingkungan sosialnya,” ujar Zaky kepada reporter Journo Liberta via Whatsapp, Senin (14/03/2022).

Zaky menambahkan, bentuk kekerasan pada anak tidak hanya berupa kekerasan fisik. Menurutnya terdapat beberapa bentuk kekerasan lainnya, seperti kekerasan emosional, penelantaran anak dan kekerasan seksual. Adapun penyebab kekerasan itu terjadi salah satunya karena pengalaman dan pola pikir orang tua semasa kecil. Namun, beberapa orang tua menganggap apa yang ia lakukan tidak termasuk kekerasan dan budaya pola pikir orang tua. 

“Budaya masyarakat dalam pendidikan anak dengan iming-iming mendisiplinkan anak. Pengalaman orang tua yang seperti ini, akan terulang pada anak-anaknya,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Zaky menyatakan bahwa untuk menghindari hal tersebut, perlu adanya pengawasan dan perhatian terhadap anak-anak dari lingkungan terdekatnya. Zaky juga menegaskan, dalam UU No. 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak, telah dijelaskan bahwa orang tua dan keluarga berperan penting sebagai penanggung jawab terhadap anak-anaknya. Serta pentingnya pengetahuan dan edukasi kepada anak dan orang tua juga diperlukan agar memahami tentang kekerasan pada anak. 

“Edukasi kepada anak melalui guru maupun orang tua, dan juga edukasi kepada orang tua itu sendiri agar paham mengenai kekerasan pada anak," jelasnya 

Sejalan dengan hal tersebut, Mahasiswi Kesejahteraan Sosial, Anisa Fajri Septiarum menyatakan, edukasi terkait kekerasan pada anak tersebut dapat berupa penyuluhan oleh pemerintah setempat. Bahkan dengan kemudahan teknologi saat ini, setiap orang dapat dengan mudah mengakses informasi terkait penyuluhan kekerasan pada anak.

Anisa menambahkan bahwa ia merasa miris dengan meningkatnya kasus kekerasan tersebut karena dapat merusak generasi penerus bangsa.

“Ketika kekerasan anak terus meningkat maka bangsa ini kehilangan generasi penerus bangsa yang gemilang dikarenakan rusaknya mental juga moral sang anak,” pungkas Anisa.


Penulis: Putri Nadhila
Editor: Shinta Fitrotun Nihayah

Posting Komentar

0 Komentar