Tarif Parkir Kendaraan di UIN Jakarta Naik, SEMA U Gelar Konsolidasi Akbar

 

Foto: Nurma Nafisa

JOURNOLIBERTA.COM-Senat Mahasiswa Universitas (SEMA U) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta gelar konsolidasi akbar untuk seluruh organisasi kemahasiswaan dan mahasiswa UIN Jakarta pada Selasa (6/9/2022) di selasar Fakultas Syariah dan Hukum. Konsolidasi tersebut bertujuan untuk menindaklanjuti kebijakan parkir kendaraan yang menjadi keresahan mahasiswa UIN Jakarta.

Dalam Konsolidasi Akbar tersebut, SEMA-U memaparkan hasil survei yang mereka lakukan pada Sabtu (3/9) melalui Instagram resminya @semauinjkt. Hasil survei menunjukkan dari 250 jawaban terdapat 40% jawaban sangat tidak setuju terkait pembayaran parkir dilakukan dengan menggunakan Member Card. Sedangkan 8,4% menyatakan setuju dengan kebijakan tersebut. Selanjutnya 62% menyatakan sangat tidak setuju dengan penerapan metode Mainless bagi mereka yang tidak menggunakan Member Card karena akan dikenakan tarif umum sebesar Rp3000,00 untuk motor dan Rp5000,00 untuk mobil. Sedangkan kurang dari 5% menyatakan sangat setuju dengan metode Mainless.

Wakil Ketua Dema Fakultas Adab dan Humaniora, Anis Fadilatul Muthar mengungkapkan, kenaikan tarif parkir dinilai kurang efektif. Menurutnya mahasiswa harus melakukan gerakan penolakan agar keresahan terkait tarif parkir tidak terus berlanjut.

“Sangat kurang efektif, dan seharusnya mahasiswa menolak semuanya, karena kita (mahasiswa) pengeluarannya gak cuma parkir ataupun yang lainnya, walaupun cuma naik Rp1000,00 atau Rp2000,00 itu tetap kerasa,” ujarnya.

Lebih lanjut, Anis mengungkapkan, seharusnya biaya parkir sudah termasuk dalam Uang Kuliah Tunggal (UKT), “Kita semua udah bayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) kok bisa masuk kampus sendiri masih bayar parkir. Biaya gedung pasti sudah mencakup fasilitas, termasuk parkir juga. Jadi gak efektif banget dan perlu dikawal terus kebijakan rektor,” tambahnya.

Anis mengatakan, perlu adanya transparansi Uang Kuliah Tunggal (UKT) oleh pihak kampus, agar tidak ada keresahan mahasiswa terkait penggunaan UKT. Selain itu, ia juga mengatakan bahwa seharusnya Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) dapat dimaksimalkan penggunaannya sebagai alat untuk membayar parkir.

Gua pribadi tetap maunya gratis include biaya UKT, tapi karena dari awal gua masuk sini parkir udah bayar Rp1000,00, otomatis agak susah ketika mau gratis. Kalaupun mereka (pihak kampus) ingin terlihat modern dan mengikuti era digital harusnya fungsi KTM dimaksimalkan. Gua ngerasa emang pintar sih pihak kampus ngasih wacana parkir ini saat ada mahasiswa baru dan itu benar-benar pas kita (kuliah) offline,”

Senada dengan Anis, Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Muhammad Fajrul mengungkapkan mahasiswa tentu akan merasa terbebani jika tarif parkir dinaikkan.

“…Karena tarif parkir yang berlebih bisa diakomodasikan di keperluan lainnya seperti print, fotokopi, membeli air bahkan bisa untuk bayar parkir lagi untuk esok atau ke depannya,” kata Fajrul.

Kebijakan Tarif Parkir Berbeda-beda Tiap Fakultas

Perbedaan kebijakan terkait kenaikan tarif parkir di setiap fakultas, Anis mengaku masih bertanya-tanya alasan dibalik kebijakan tersebut.

Gua resahnya juga kalo mau naik ya harus sama rata, tapi kenapa ini setiap fakultas kampus itu beda. Di situ gua curiga, entah itu pungutan liar (Pungli) atau apa kan kita nggak tahu ya, karena nggak ada kejelasan, jadi agak berat banget ketika tetep dinaikkan,”

Lebih lanjut, Anis mengajak para mahasiswa untuk tidak diam saja dan melakukan gebrakan serta memberi solusi agar pihak kampus mendengar dan menerima keresahan para mahasiswanya.

Fajrul menambahkan, sebaiknya kenaikan tarif parkir dapat lebih menyesuaikan dengan pemasukan mahasiswa.

“Ya kalo bisa sesuaikan sih sama mahasiswa, jangan dinaikkin secara tiba-tiba apalagi sampai Rp3000,00. Kita sebagai mahasiswa juga kan bisa saja bolak-balik untuk keperluan seperti membeli makan di luar, fotokopi, nge-print dan sebagainya, apalagi pintu Doraemon juga sudah disemen yang semakin memberatkan kita sebagai mahasiswa,” pungkas Fajrul.

 

Penulis: Putri Nadhila dan Nurma Nafisa

Editor: Shinta Fitrotun Nihayah




Posting Komentar

0 Komentar