Berdasarkan Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 68 Tahun 2015
tentang pengangkatan dan pemberhentian rektor dan ketua pada Perguruan Tinggi
Keagamaan yang diselenggarakan oleh pemerintah pada Pasal 8 disebutkan bahwa
penetapan dan pengangkatan rektor atau ketua dilakukan oleh Menteri Agama.
Dari peraturan tersebut, terdapat pernyataan bahwa tidak ada
partisipasi mahasiswa dalam proses pemilihan hingga pengangkatan Rektor UIN
Jakarta periode 2023-2027. Sistem pemilihan calon rektor tersebut kemudian
menuai respon pro dan kontra dari mahasiswa UIN Jakarta sendiri.
Seperti halnya Abyan Farid Panjaitan, mahasiswa semester 7
Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik kepada Journo Liberta melalui
WhatsApp, Senin (31/10/2022), mengatakan bahwa pada dasarnya
penetapan dan pengangkatan rektor oleh Kementerian Agama (Kemenag) adalah
sah-sah saja. Menurutnya, hal itu menjadi hak prerogatif Kemenag untuk
menentukan pejabat atau birokrat di bawahnya termasuk rektor.
Namun, Abyan menilai PMA No. 68 Tahun 2015 juga memunculkan
stigma negatif mengenai jual beli jabatan rektor itu sendiri.
Sebagaimana
pada beberapa
kasus belakangan ini yang dibahas oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang
juga melibatkan salah satu ketua umum partai. Oleh karena itu, Abyan berharap adanya evaluasi
dari Kemenag.
“Kemenag perlu melakukan evaluasi lagi mengenai kebijakan
penetapan dan pengangkatan rektor untuk mendorong keterlibatan perangkat kampus
seperti senat dalam menentukan dan memilih rektor (tidak hanya melakukan
penilaian),” ungkapnya.
Lebih lanjut, Abyan menjelaskan bahwa sebaiknya pembagian proporsi antara
kementerian dan senat dalam pemilihan rektor dilakukan seperti Perguruan Tinggi Negeri di bawah
Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).
Menurutnya, hal itu dapat
menjadi inspirasi bagi Kemenag untuk menciptakan pemilihan yang terdistribusi,
proporsional, dan transparan untuk menciptakan pemilihan yang bebas dari
korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Abyan menambahkan, perlu adanya partisipasi mahasiswa dalam
pemilihan rektor karena mahasiswa adalah pihak yang menerima dampak langsung
dari kebijakan rektor nantinya.
“Tetapi, porsi partisipasi mahasiswa dalam pemilihan rektor
juga tidak bisa dilakukan layaknya Pemilu atau Pemira. Hal itu karena
berpotensi memicu konflik yang tidak perlu karena biasanya bakal calon rektor
jumlahnya banyak dan dari berbagai fakultas. Mungkin partisipasi mahasiswa
dapat disesuaikan dalam porsi yang kecil atau sistem perwakilan agar pemilihan
rektor berjalan dengan lancar dan tepat waktu,” pungkas Abyan.
Berbeda dengan Abyan, Satrio Sekti Priambodo, mahasiswa
semester 7 Program Studi Dirasat Islamiyah mengatakan kepada Journo Liberta
melalui WhatsApp, Selasa (1/11/2022), bahwa tidak ada masalah mengenai
pemberhentian dan pengangkatan rektor yang dilakukan langsung oleh Kemenag.
Menurutnya, itu sudah jalan terbaik karena UIN Jakarta adalah Perguruan Tinggi
Islam Negeri di bawah Kemenag sehingga mahasiswa tidak perlu ikut andil dalam pemilihan rektor.
“Mahasiswa tidak perlu berpartisipasi dalam pemilihan rektor
jika itu sudah sesuai dengan prosedur dan konstitusional,” tegas Satrio.
Sebagai informasi, mengutip dari laman resmi www.uinjkt.ac.id, terdapat 17 bakal calon Rektor UIN
Jakarta yang telah lulus verifikasi berkas. Adapun
daftar 17 bakal
calon tersebut kemudian telah diserahkan oleh Rektor UIN Jakarta saat ini yakni
Amany Lubis kepada Senat UIN Jakarta.
Dalam hal ini, Senat UIN Jakarta memberikan pertimbangan
kualitatif melalui sidang pleno tertutup yang telah dilaksanakan pada 30
September hingga 10 Oktober 2022. Selanjutnya, Senat UIN Jakarta mengirimkan 17
berkas bakal calon rektor kepada Menteri Agama Republik Indonesia.
Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi
Islam (KEPDIRJEN PENDIS) No. 3151 Tahun 2020 tentang Pedoman Penjaringan,
Pemberian Pertimbangan dan Penyeleksian Rektor/Ketua Perguruan Tinggi Keagamaan
Islam Negeri, pada Bab IV, Menteri Agama kemudian akan membentuk Komisi Seleksi
(Komsel) untuk memilih tiga dari 17 nama calon rektor. Kemudian, tiga nama calon
yang telah dipilih tersebut akan ditetapkan dan diangkat oleh Menteri Agama
sebagai Rektor UIN Jakarta.
Harapan
Terkait Sistem Pemilihan Rektor UIN Jakarta
Melihat
sistem pemilihan rektor saat ini, mahasiswa mengungkapkan harapannya untuk
rektor yang dipilih dapat memajukan UIN Jakarta. Hal itu
karena sistem
pemilihan dan pengangkatan rektor yang tertuang dalam PMA No. 68 Tahun 2015
menjadi sistem yang mutlak untuk saat ini. Kriteria calon Rektor UIN Jakarta
juga hanya dapat dipertimbangkan dan dinilai oleh pihak Kemenag.
Dari segi sistem pemilihan rektor, Abyan berharap kedepannya
pemilihan rektor dapat bebas dari segala stigma negatif mahasiswa dan juga
masyarakat, “Proses pemilihannya tidak hanya dilakukan oleh Kemenag, tetapi
juga dapat lebih banyak melibatkan peran pihak kampus agar dapat terciptanya
sistem check and balances yang lebih
baik lagi,” jelasnya.
Abyan juga mengharapkan Rektor Baru UIN Jakarta yang lebih vokal dan
tegas lagi dalam menentukan posisi kampus UIN Jakarta sebagai kampus yang dapat
menghasilkan kemajuan dari perpaduan Islam dan Ilmu Pengetahuan sehingga
membuatnya lepas dari stigma-stigma negatif yang selama ini disematkan kepada UIN Jakarta.
Rektor yang menurutnya mampu menciptakan iklim belajar yang ramah bagi setiap
golongan dan juga adil.
Sedangkan, Satrio mengaku bahwa sistem pemilihan rektor saat
ini tidak perlu ada perubahan. Menurutnya yang terpenting sistem
tersebut sudah legal, konstitusional, dan bersih. Selanjutnya, Satrio juga
berharap agar rektor
terpilih nantinya dapat menjadi rektor yang lebih memperhatikan semua pihak di
sekitar UIN Jakarta.
“Harapannya, Rektor UIN Jakarta dapat lebih memperhatikan
keadaan mahasiswa, dosen, karyawan serta masyarakat sekitar UIN Jakarta. Rektor
yang humble dan terbuka, sifatnya
tidak eksklusif tapi inklusif,” pungkas Satrio.
Penulis: Kristina Damayanti
Editor: Nadhilla, Nurma dan Shinta
1 Komentar
mantap emg kawan-kawan guee🙌
BalasHapus