Seorang buruh dari gabungan sejumlah elemen perserikatan buruh memberikan penyampaian orasi saat berunjuk rasa tolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) Cipta Kerja di depan Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/2/2023). (Journo Liberta/Rifqi Raihan Firdaus)
JOURNOLIBERTA.COM - Aliansi mahasiswa beserta buruh melakukan aksi menolak pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja di depan Gedung DPR RI pada hari ini, Selasa (28/2/2023). Aksi ini dilakukan karena keresahan masyarakat akibat tata cara pembentukan Perppu terbaru yang dinilai tidak ada bedanya dari peraturan sebelumnya.
Sebelumnya, UU Cipta Kerja telah disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 5 Oktober 2020 lalu, yang merupakan buntut dari diberlakukannya Perppu tersebut. Dalam Putusan MK Nomor 91/PUU -XVIII/2020 yang dibacakan pada 25 November 2021, UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dinyatakan 'inkonstitusional bersyarat'. Putusan inkonstitusional bersyarat terhadap Omnibus Law diberikan MK karena UU ini dianggap cacat secara formal dan cacat prosedur.
Sehubungan dengan hal tersebut, anggota Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Suparliyanto mengaku bahwa Perppu tersebut tidak ada bedanya dengan UU Cipta Kerja No.11, perubahaan pasal ini hanya terdapat perbedaan pada namanya saja.
“Kalau ketenagakerjaan pada umumnya banyak yang merugikan masyarakat, di antaranya yaitu uang pensiun, PHK sepihak, dan pemberian upah yang kurang baik. Maka, kami pihak buruh meminta agar Perppu itu untuk dicabut,” ucap Suparliyanto saat diwawancarai di Depan Gedung DPR, pada Selasa (28/2).
Pasal- pasal yang merugikan bagi para buruh di antaranya:
Pasal 64 tentang tenaga alih daya alias outsourcing yang diperbolehkan dalam segala jenis pekerjaan lantaran batasannya baru akan ditetapkan melalui peraturan pemerintah.
Pasal 79 dan 84 tentang cuti panjang tidak lagi menjadi kewajiban perusahaan melainkan opsional.
Serta pasal 88F tentang yang memperbolehkan pemerintah menetapkan formula upah minimum berbeda dari yang sudah diatur UU Cipta Kerja sebelumnya.
Aksi penolakkan ini sudah terjadi berulang kali setelah diberlakukannya Perppu Cipta Kerja pada 30 Desember 2022. Namun, hingga kini pemerintah belum memberikan tanggapan terkait aksi massa menolak Perppu Cipta Kerja.
“Dampak yang dirasakan para buruh jika Perppu Cipta Kerja ini diberlakukan maka buruh akan kesulitan. Kalau dulu dengan UU No.13 Tahun 2003, apabila buruh kena PHK maka diberikan uang pesangon penggantian hak dan masa kerja. Namun, di Perppu Cipta Kerja yang saat ini uang penggantian tidak diberikan, hanya dapat uang pembayaran cuti yang belum diambil,” lanjutnya.
Di samping itu, Mahasiswa Fakultas Ilmu Hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ), Muhammad Zulfahri menyatakan, alasan mahasiswa turun aksi adalah untuk menangani dan membersamai aksi buruh mengenai isu Perppu Cipta Kerja. Menurutnya, isi Perppu tersebut tidak melibatkan atau tidak berpihak kepada buruh serta masyarakat.
“Ada kepentingan-kepentingan elitis di dalamnya yang membuat Perppu Cipta Kerja tidak jauh berbeda dengan UU Cipta Kerja, dan kita tidak tau transparansi di dalamnya. Mungkin ada kepentingan-kepentingan investor supaya mudah untuk melaksanakan investasi di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah meminggirkan kepentingan masyarakat,” ujarnya saat diwawancarai di Depan Gedung DPR, Selasa (28/2).
Kekhawatiran mahasiswa mengenai dikeluarkannya Perppu Cipta Kerja adalah praktik pemberlakuan Perppu ini. Menurut Zulfahri, pemerintah melangkahi amanat putusan MK dengan mengeluarkan Perppu padahal UU Cipta Kerja tidak memenuhi partisipasi masyarakat. Jika Perppu ini sampai diundangkan dan disahkan menjadi hukum yang mana tujuannya menggantikan UU Cipta Kerja yang lalu, maka tidak ada perbedaan yang terjadi.
“Harapan saya sama dengan masyarakat lain yaitu cabut Perppu Cipta Kerja. Kalaupun pemerintah ingin membuat regulasi yang atur untuk berpihak kepada masyarakat, coba dong diberikan solusi yang terbaik agar regulasi Perppu dan semacamnya bisa berpihak kepada masyarakat. Sehingga tidak ada lagi masyarakat yang dirugikan,” tutur Zulfahri.
Senada dengan Zulfahri, Suparliyanto juga berharap supaya pemerintah mencabut Perppu Cipta Kerja yang dianggap sangat merugikan para pekerja di Indonesia.
“Para buruh berharap, setelah adanya aksi hari ini Perppu itu dicabut dan kembali kepada substansi yang berpihak kepada pekerja,” jelasnya.
Penulis: Titania Azizah, Tasya Nurhaliza
Editor: Putri Nadhila
3 Komentar
mantap kk aku temen nya sarlip, kesini karna dia buat sw ini
BalasHapusZaman skrg,mending memanfaatkn org drpd mnggaji org,,jd wajar saja tambang nikel 95% di kuasai cina,dan pak Pres jokowi trpaksa harus mnyetop expor hasil tambang.yaitu,indonesia gk bakalan maju,bnyk yg ngebelain rakyat jd kuli,ya krn mmbela bisa mnhasilkan uang.ya buat apa susah payah mengelola,sprti mmbuat industri buat mensejahterakan rakyat,yg ada dituntut di demo,ya mending memanfaatkan mereka para buruh,biar yg pusing para pengusaha.
BalasHapusAnda pikir saja,indonesia katanya negara kaya,tapi kekayaannya gk bisa dinikmati bangsa sendiri,krn bangsa sendiri tdk bisa mngelola,ya investor asing yg untung kyk cina.indonesia cuma jd kuli,dan bisanya cuma tuntat tuntut dan marah2 pd demo.pikirkn saja,klo org mau cari uang itu gampang banget,gk prlu buka usaha bikin pusing modal ini itu,belum tuntutannya,cukup mmbela bisa dpt duit.rakyat susah tinggal di suruh demo.
BalasHapus