Hal ini menimbulkan kecaman dari sejumlah pihak, terutama pihak wali murid yang merasa anaknya dirugikan dengan adanya sistem zonasi. Alih-alih menghapus kebijakan sistem zonasi yang terus menimbulkan permasalahan, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim, justru berkomitmen untuk tetap melanjutkan PPDB sistem zonasi.
Dilansir dari cnnindonesia.com, Nadiem menjelaskan bahwa PPDB sistem zonasi penting dalam mengatasi kesenjangan di bidang pendidikan. Sistem ini dapat membantu siswa yang tidak bisa masuk ke sekolah negeri, dan juga tidak mampu masuk sekolah swasta yang berbayar.
Menanggapi hal tersebut, wali murid calon salah satu SMA Negeri Kota Tangerang Selatan, Farida menyayangkan kebijakan tersebut tetap dilanjutkan. Pasalnya masih banyak permasalahan yang terjadi akibat kebijakan sistem zonasi ini.
“Sangat menyayangkan kebijakan itu tetap dilanjutkan. Mengingat masih banyak masalah yang muncul, seperti manipulasi data siswa serta mark up nilai, muncul adanya peluang pungli (pungutan liar), dan korupsi yang tentu tidak adil untuk siswa yang berhak,” jelas Farida via Whatsapp, Kamis (3/8/2023).
Selain itu, Farida juga berharap bahwa kebijakan PPDB sistem zonasi ini mesti dilakukan evaluasi dengan mengutamakan pemerataan fasilitas sekolah terlebih dahulu sehingga setiap siswa bisa memperoleh pendidikan yang seimbang.
“Pemerintah harus kerja keras dulu dalam pemerataan fasilitas sekolah, seperti kelengkapan pembelajaran, kualitas gedung, kualitas pengajar atau guru sehingga setiap siswa memperoleh kesempatan pendidikan yang seimbang. Setiap orang tua tentu menginginkan pendidikan yang terbaik bagi anaknya,” ujar Farida.
Salah satu Guru SMP Negeri Kota Tangerang Selatan yang tidak menyebutkan identitasnya mengungkapkan kepada Journo Liberta bahwa PPDB sistem zonasi yang dilakukan pihak sekolah sudah sesuai peraturan pemerintah. Namun, dalam penerapannya kerap kali mendapat pertentangan wali murid.
“Sudah sesuai dengan peraturan yang ada, dari segi teknis hingga peraturan seperti penggunaan KK (Kartu keluarga). Tetapi tetap ada wali murid yang protes bukan terhadap pihak sekolah, melainkan lebih ke peraturan zonasi pada umumnya,” ujar Guru SMPN via Whatsapp, Minggu (6/8/2023).
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa ketentuan yang kerap kali dipermasalahkan wali murid ialah bukan pada hal-hal akademis melainkan jarak antara tempat tinggal dan sekolah.
“Permasalahan wali murid yang sering ditemukan adalah anaknya secara akademik pintar, tapi ternyata rumahnya tidak masuk dalam zonasi sekolah negeri yang dituju. Nah, itu mereka kebanyakan pada protes. Sedangkan sistem zonasi ini juga merupakan jalur yang memiliki kuota paling besar,” jelas Guru SMPN.
Di sisi lain, ia menambahkan bahwa ketentuan sistem zonasi juga memberi celah bagi warga sekitar lingkungan sekolah untuk melakukan jual beli KK kepada para calon siswa.
“Banyak warga setempat yang melakukan jual beli KK. Jadi, banyak orang yang sudah mempersiapkan dari tahun sebelumnya, untuk pindah KK agar menjadi dekat dengan sekolah, sehingga berpeluang untuk diterima. Dan karena sistem pendaftarannya online serta menggunakan GPS, jadi banyak yang tidak sesuai dalam menempatkan titik alamat rumah aslinya,” ungkap Guru SMPN.
Oleh karena itu, ia berharap agar sistem zonasi dihapuskan, karena lebih baik PPDB dilakukan dengan menggunakan sistem tes atau nilai rapor.
“Harapannya semoga sistem zonasi ini dihapuskan, karena lebih baik melalui sistem tes atau nilai rapor seperti sebelumnya. Jika memang tidak bisa dihapuskan, untuk kedepannya pemerintah harus lebih memperhatikan lagi fakta yang ada di lapangan, dari mulai jumlah siswa yang akan masuk sekolah pada tahun tersebut, dengan jumlah sekolah di lapangannya juga,” pungkasnya.
0 Komentar