JOURNOLIBERTA - Toilet gender netral telah menjadi perbincangan hangat di masyarakat setelah publik figure Daniel Mananta mengungkapkan pengalamannya dalam mencari sekolah internasional untuk anaknya. Salah satu sekolah internasional telah membangun toilet gender netral sebagai respons terhadap kebutuhan siswa yang tidak ingin atau tidak memilih identitas gender sebagai laki-laki atau perempuan.
Urusan toilet sebetulnya sudah diatur oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA. Dalam aturan tersebut, toilet dibangun untuk toilet laki-laki, perempuan dan para guru.
Menanggapi hal tersebut, Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Ridholloh mengungkapkan setiap negara tentu memiliki visi dan misi yang berbeda dengan negara lainnya. Di Indonesia, Permasalahan tentang Pendidikan formal berada di bawah naungan Kemendikbud.
“Dengan adanya aturan Kemendikbud, seharusnya sekolah yang didirikan secara resmi di Indonesia harus memenuhi syarat yang telah disusun oleh Kemendikbud. Salah satu standar mutu dalam sarana dan prasarana sekolah adalah kamar mandi,” ujar Ridholloh, via WhatsApp, Selasa (22/8).
Ridholloh menambahkan, dengan adanya toilet gender di lingkungan sekolah justru meningkatkan risiko pelecehan seksual, karena korban tidak akan bisa berbuat banyak karena dirinya masuk toilet yang memang untuk gender yang mereka anggap netral.
“Bisa kita bayangkan seandainya toilet gender itu dibuka, lalu ada laki-laki yang menyamar sebagai trans agar bisa mengakses ruang tersebut, lalu sebaliknya, toilet biner justru menolong perempuan agar lebih cepat mengidentifikasi bilamana ada laki-laki yang masuk, ” ujarnya lebih lanjut.
Ridholloh mengungkapkan, secara psikologis, adanya toilet netral ini akan semakin menguatkan isu bahwa trans adalah hal yang normal. Tentu hal ini melanggar fitrah manusia, karena hanya ada dua jenis kelamin yang Tuhan berikan kepada umat manusia sejak lahir yaitu laki-laki dan perempuan.
“Upaya untuk merubah orientasi seksual justru malah berbahaya. Toilet netral justru akan membuat kerugian karena akan membuat malu orang yang akan menggunakannya,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Ridholloh mengatakan, tidak ada manfaat yang secara jelas dan terukur bahwa toilet netral itu benar-benar memiliki dampak positif penggunaanya di Indonesia yg memiliki nilai religiusitas dan tingkat penghargaan yang tinggi terhadap norma budaya adat istiadat.
“Tidak ada cara untuk mengurangi potensi dampak negatif dari adanya toilet netral selain tidak membuka peluang itu sedikitpun alias kembali kepada aturan yang ada yaitu toilet biner,” kata Ridholloh.
Menurutnya, sekolah sudah seharusnya menjadi tempat untuk membimbing mengarahkan siswanya agar sesuai dengan kodrat Ilahi. Menjadi insan yang berprestasi dan juga memiliki budi pekerti yang baik sesuai dengan kaidah dan norma yang berlaku di sekitarnya.
“Bila ada siswa yang mengaku trans, maka sudah seharusnya pihak sekolah membantu agar kembali pada fitrahnya baik laki-laki atau perempuan. Bukan justu menormalisasikannya dengan alasan hak asasi manusia,” pungkasnya.
Penulis: Titania Isnaenin Azizah
Editor: Nurma Nafisa
0 Komentar