Alami Kekerasan Seksual, Mahasiswi UIN Jakarta Idap Gangguan Mental

 

Ilustrasi: Putri Nadhila

JOURNOLIBERTA.COM- Lambannya penanganan kasus kekerasan seksual di UIN Jakarta membuat korban mengalami gangguan mental yang masih berlanjut. Sebut saja Tina (nama samaran) mahasiswi UIN Jakarta yang mengalami kekerasan seksual oleh Wakil Ketua Ormawa dari salah satu fakultas yang berinisial A pada Desember 2022 silam. 

Akibat kejadian tersebut, Tina mengalami traumatis. Menurut keterangannya, gangguan kecemasan itu mengganggu proses pembelajarannya saat menjalani kuliah. 

“Iya, sebenernya keganggu juga karena aku udah mau semester akhir ya, bahkan untuk mengetik aja aku masih suka gemetar gitu,” ujarnya saat diwawancarai pada Rabu (25/10/2023).

Awalnya Tina berupaya untuk meminta bantuan dari pihak kepolisian. Namun, pihak kepolisian mengajukan saran agar kasus tersebut dikubur dalam-dalam karena termasuk aib korban dan kepolisian tetap mendampingi hingga proses visum.


Meski sempat merasa tertekan dan mengurung diri, Tina mencoba cara lain dengan menghubungi Aman Bicara melalui akun media sosialnya pada 11 Oktober 2023 . Tak hanya itu, menurut pengakuannya ia juga sudah melapor ke Hopehelps UIN Jakarta. Sehingga Aman Bicara dan Hopehelps berkolaborasi untuk melaporkan ke pihak kampus yaitu Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA). 


Tetapi menurut Tina, dua minggu setelah melapor sampai saat ini belum mendapat tanggapan dan tidak lanjut dari PSGA UIN Jakarta.


“Laporan aku sekarang udah diterima sama Aman Bicara dan Hopehelps UIN Jakarta, jadi mereka kolaborasi buat menangani kasus aku agar dilaporkan ke pihak PSGA. Cuma udah dua minggu ini belum ada perkembangan PSGA, aku pun sebagai korban jadi merasa tidak dianggap gitu kan,” katanya.


Sehari setelah Tina buka suara terkait apa yang dialaminya, reporter berusaha untuk menghubungi Wakil Dekan (Wadek). Namun hingga berita ini diterbitkan tidak ada keterangan lebih lanjut dari Wadek tersebut. 


Kemudian pada 30 Oktober, korban diminta menghadap Wadek dan Wadek merasa menyanggupi untuk menangani kasus ini. Terhitung dua minggu setelah itu, Tina belum mendapat kabar lebih lanjut dari pihak kampus terkait bagaimana perkembangan kasusnya.


“Cuma aku sampai sekarang juga belum tahu perkembangannya seperti apa, soalnya Wadek aja ditanya belum dibales-bales lagi,” ujar Tina saat diwawancarai kembali pada Senin (13/11/2023).


Salah satu narasumber dari Aman Bicara yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan, laporan dari Wadek saat ini sudah dalam tahap analisa tim satgas fakultas. Namun sampai sekarang memang belum ada kabar lebih lanjut mengenai perkembangan kasusnya seperti apa.


"Sampai saat ini dari pihak kampus sendiri itu kasusnya sudah di Dekanat, nah kemarin udah coba tanya ke Wadek. Wadek bilang bahwa belum manggil pelaku soalnya harus ada dua pandangan dari pelaku dan korban. Jadi sampai sekarang Dekanat memang belum panggil pelaku, jadi belum dilanjut lagi gitu," katanya, Selasa (14/11/2023).


Kronologi

Pada Rabu malam (1/12/2022) sekitar pukul 23.00 WIB, masalah asmara dan keluarga yang dihadapi korban berhasil menghantui pikiran dan membuatnya frustasi. Rasa frustasi yang dideritanya membuat korban mencari pelampiasan untuk melupakan yang dirasakan. Salah satunya minum-minuman keras. 


Tepat di malam itu, korban berniat mencari minuman keras untuk mencoba melupakan pikirannya yang sedang kalang kabut. Akan tetapi usaha pencarian minuman keras yang dilakukan tidak membuahkan hasil, sampai pada akhirnya korban memutuskan untuk bertanya kepada temannya yang kini menjadi pelaku. 


Lebih lanjut, rasa kesedihan akibat masa lalu membuat Tina menerima ajakan untuk main ke rumah pelaku yang memberi pesan bahwa dirinya sedang mengonsumsi minuman keras di kos-annya. Korban pun merasa hal tersebut adalah keputusan buruk di hidupnya. Berniat untuk sekadar menghibur hatinya yang masih terasa pilu malah menemukan masalah baru. Kunjungannya ke rumah pelaku dalam maksud dan tujuan untuk bermain dan hibernasi, justru menimbulkan trauma yang mendalam. 


Diduga Tina sempat mengalami muntah dan sakit perut yang mendalam karena asam lambung yang dideritanya kambuh setelah mengonsumsi minuman keras tersebut. Karena rasa sakit yang dideritanya, Tina meminta pertolongan pelaku untuk mengantarkannya ke rumah sakit terdekat, namun pelaku menolak dan memberi saran untuk minum air putih saja. Tina mengalami pelecehan seksual saat sedang tak sadarkan diri akibat minuman keras yang diminumnya. 


Saat kondisinya lemas dan setengah sadar, Tina masuk ke dalam kamar pelaku dan hanya berdua. Menurut keterangan korban, dirinya sudah tak ada pilihan lain dan hal tersebutlah yang membuat korban mengalami pelecehan seksual.


Kondisi korban

Saat ini Tina didiagnosa mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) oleh dokter yang menanganinya pada bulan Oktober 2023. Menurut keterangannya saat diwawancarai, gangguan kecemasan itu belum dapat dikatakan sembuh total.


Selain membuatnya sering merasa gelisah dan ke-trigger akan hal-hal yang menimbulkan ingatan kejadian pelecehan seksual tersebut, PTSD yang diidapnya mengharuskan Tina membawa boneka kemanapun ia pergi dengan tujuan agar dirinya bisa lebih tenang.


Tina mengatakan bahwa pelaku sudah mengaku bersalah dan sempat membantunya dalam mengatasi kondisi psikologis yang dideritanya. Namun, bantuan pertanggungjawaban pelaku hanya berlangsung selama empat bulan saja. Setelahnya, berdasarkan pengungkapan Tina, pelaku menghilang dan berhenti bertanggungjawab. 


“Dia sempat bantuin saya, namun, bantuannya hanya berlangsung empat bulan. Dari bulan kejadian (Desember) sampai bulan Maret tahun 2023 ini. Setelah itu, dia mulai hilang dan mengungkapkan kalau kekurangan uang untuk membiayai pengobatan saya,” tuturnya.


Meski begitu, menurut Tina, hal ini tidak harus dibenarkan karena ia tetaplah korban yang mengalami dampak negatif dan mengganggu kesehatan mentalnya.


“Di kasus ini saya tetap korban dan saya mengalami dampak negatif yang ditimbulkan dari pelaku, saya ingin pelaku mendapatkan sanksi sosial ataupun sanksi dari pihak kampus,” pungkasnya penuh harapan. 


Lebih lanjut, Tina mempertanyakan, mengapa kasus seperti ini butuh proses yang cukup lama untuk ditangani padahal ia hanya ingin ada keadilan yang bisa melindunginya.


“Selama dua minggu ini belum ada perkembangan dari PSGA, aku pun merasa kok ini seperti tidak dianggap? Kok aku sebagai korban tidak merasa dibantu gitu, ya mungkin statusnya dalam pemantauan tapi kok lama banget, kan yang kita butuhkan adalah keadilannya,” jelasnya.


Tak berhenti di sini, menurut keterangan korban pada Jumat (17/11) sekarang kasusnya sudah didampingi oleh Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Tanggerang Selatan untuk menindaklanjuti masalah ini.


Reporter: Nurma Nafisa & Putri Nadhila



Posting Komentar

4 Komentar

  1. Lah emang bener ceritanya kyk gitu? Wkwkw kocak

    BalasHapus
  2. berlagak korban tapi nyari minuman keras sampe ke rumah cowo, sampe berani loh masuk ke rumah cowo sendirian, minum minum rame rame, terus masuk ke kamar cowo sendirian juga, then now u act like u are a victim, situ sehat mba? HAHAHA

    BalasHapus
  3. Cerita nya yg bener dong ka, konyol bgt

    BalasHapus
  4. karangan cerita yg bagus dan pas sekali dalam manipulasi nya pfftt wkwkwk

    BalasHapus